Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Taufik Basari menegaskan bahwa semua lembaga negara wajib melaksanakan amanat menjalankan kedaulatan rakyat berdasarkan konstitusi.
Menurutnya, semua lemba negara seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, BPK, serta lembaga lain yang kewenangannya diatur konstitusi harus menempatkan konstitusi sebagai amanah sehingga pelaksanaan wewenang sesuai dengan yang diperintahkan.
"Apabila kemudian keluar dari maksud konstitusi atau perintah konstitusi, maka di situ ada pelanggaran terhadap konstitusi. Ini harus dipegang teguh oleh semua orang yang menjalankan kedaulatan rakyat itu," ujar Taufik dalam keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut disampaikan pada Rapat Pleno Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR RI, di GBHN Bawah, Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, hari ini.
Rapat pleno K3 ini membahas ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 yang sebelum amandemen berbunyi 'Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR RI,' dan kemudian berubah menjadi 'Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.'
"Dari perubahan itu terjadi pergeseran yaitu dari supremasi institusi atau MPR RI, berubah menjadi supremasi konstitusi. Ini menjadi pegangan kita," jelas Taufik.
Taufik menerangkan bahwa pembahasan tentang pelaksanaan kedaulatan rakyat ini berkaitan dengan demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus lalu.
"Aksi-aksi demo itu memperlihatkan ada persoalan dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat ini, yaitu bagaimana mempertanggungjawabkan kedaulatan rakyat itu setelah mereka mendapat amanah berdasarkan konstitusi," katanya.
Ia menambahkan dengan adanya beberapa tuntutan dari publik terkait pelaksanaan kedaulatan rakyat, seluruh lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh konstitusi perlu melakukan refleksi, kontemplasi, serta kesadaran bahwa kedaulatan sebenarnya berada di tangan rakyat.
"Kedaulatan rakyat itu dititipkan untuk dilaksanakan sebagai suatu amanat dan semuanya harus berdasarkan konstitusi. Ini penting dan semacam bagian kontemplasi dari seluruh orang-orang yang sekarang sedang menjalankan kekuasaan ini di berbagai lembaga masing-masing," imbuhnya.
Desakan-desakan yang muncul dari masyarakat akhir-akhir ini, lanjut Taufik Basari, menjadi momentum seruan untuk melakukan refleksi dan kontemplasi
"Karena itulah, ketika menyadari bahwa segala hal yang dilakukan harus berdasarkan konstitusi, maka semua pihak pun harus memikirkan apa konsekuensi yang terjadi ketika kemudian kekuasaan ini tidak dijalankan berdasarkan konstitusi," tuturnya.
"Momentum ini menjadi kesempatan yang sangat baik, dimulai dari diri sendiri dulu. Karena itu bagi seluruh orang-orang yang mendapatkan amanah ini perlu melakukan refleksi dan kontemplasi. Itulah pesan moral yang sedang kita kaji di Komisi Kajian Ketatanegaraan," sambungnya.
Taufik juga menilai salah satu cara mengoptimalkan peran MPR adalah dengan mengoptimalkan Sidang tahunan mereka. Sidang tahunan ini menjadi kesempatan bagi lembaga-lembaga negara untuk melaporkan kinerjanya kepada masyarakat.
Namun, dalam pelaksanaannya, laporan kinerja lembaga negara ini hanya diwakilkan oleh presiden, sehingga hanya muncul satu atau dua paragraf dalam pidato presiden.
"Sekarang sedang berkembang di Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, untuk mengoptimalkan atau mengembalikan Sidang Tahunan MPR menjadi forum atau wadah bagi lembaga-lembaga tinggi negara seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, BPK, untuk menyampaikan laporan kinerjanya kepada masyarakat melalui forum MPR RI. Jadi bukan melaporkan kepada MPR RI, karena kedudukannya sama, tapi melaporkan kepada masyarakat melalui forum MPR RI. Sehingga kita bisa mendapatkan Sidang Tahunan MPR yang lebih optimal dibandingkan hanya mendengarkan laporan kinerja yang diwakilkan Presiden. Hal ini sedang berkembang dalam Komisi Kajian Ketatanegaraan. Hasil kajian ini kita laporkan kepada Pimpinan MPR RI untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan," pungkasnya.
Sebagai informasi, kegiatan ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua MPR periode 2009-2014 Lukman Hakim Saifuddin beserta anggota Panitia Ad Hoc I saat perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002.
(akd/akd)