Semilir angin berhembus di pendopo halaman Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 20 Sleman, Yogyakarta, menemani Louvie Jogjeriansyah (16) yang akrab disapa Jeje. Dengan penuh konsentrasi, ia menorehkan kalimat demi kalimat ke dalam buku tulisnya.
"Saya sedang menulis cerita tentang kisah siswa SRMA 20, bagaimana perjuangan dan kebersamaan selama belajar di sini," ujar Jeje dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).
Jeje tumbuh dalam kehidupan yang berliku. Keluarganya tinggal terpisah sejak ia masih kelas 3 SD. Rumah tangga orang tuanya berantakan. Orang tuanya pergi ke pulau Kalimantan bersama kedua adiknya. Jeje ditinggalkan sendirian bersama nenek dari pihak ayah di Gunungkidul, Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perpisahan itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Sang ayah pergi tanpa kabar. Ibunya kemudian menitipkan seorang adiknya kepada sang nenek di Gunungkidul, lalu membawa adik lainnya.
Sejak saat itu, Jeje tidak lagi menerima nafkah atau kabar dari orangtuanya. Ia harus belajar menerima kenyataan pahit bahwa peran orangtua dalam hidupnya nyaris tidak terasa.
Kehidupan sehari-hari mereka hanya bertumpu pada penghasilan pas-pasan dari nenek dan tantenya yang bekerja sebagai petani di lahan milik sendiri. Jeje juga menyampaikan sedikit kegundahan hatinya saat memutuskan bersekolah di Sekolah Rakyat
"Biasanya kan saya yang ngajarin adik saya belajar. Begitu saya masuk sekolah asrama, saya sempat ragu, takut adik saya enggak ada yang ngajarin. Nenek saya juga sudah tua nggak bisa untuk ngajarin gitu, kalau tante repot juga ngurus anaknya yang masih bayi," katanya.
Kisah perjalanan Jeje melanjutkan sekolah juga tidak mudah. Setelah lulus SMP, ia sempat berencana masuk SMK favorit di Wonosari, Gunungkidul. Namun biaya masuk dan kebutuhan sekolah yang tinggi membuatnya hampir putus asa. Hingga akhirnya pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) mengenalkan Sekolah Rakyat. Dari situlah jalan baru terbuka.
"Awalnya saya ragu, tapi kemudian saya merenung semalaman. Saya pikir, siapa tahu ada pengalaman dan kesempatan baru untuk saya. Memang ada niat juga untuk sekolah di asrama kalau SMA," ungkapnya.
Keputusan itu ia ambil di detik-detik terakhir hingga akhirnya diterima di SRMA 20 Sleman. Jeje menemukan suasana belajar yang aman, nyaman, dan suportif. Dari anak pendiam dan introvert, ia kini menjadi lebih percaya diri.
"Sebelum masuk sini saya introvert parah, lebih sering ngurung diri di kamar. Sekarang saya bisa membuka obrolan dengan teman dan dekat dengan guru," ucapnya.
"Di sini aman, tidak ada ejek-ejekan. Justru saling dorong untuk maju," sambungnya.
Jeje juga bersyukur bisa menikmati makanan bergizi tiga kali sehari di asrama. Pelan tapi pasti, kondisi fisiknya juga semakin sehat dan bugar. Ia mengaku setelah sebulan tinggal di asrama, tinggi badannya bertambah.
Bagi Jeje, Sekolah Rakyat bukan hanya ruang belajar dan mendapatkan peningkatan kualitas hidup, melainkan jembatan emas menuju cita-cita. Jeje ingin kisah perjuangan ini tidak hanya tersimpan di ingatan, tetapi juga bisa dibaca banyak orang sebagai inspirasi.
Di tengah kesibukan sekolah dan aktivitas asrama, Jeje terus menulis. Ia ingin menjadi penulis novel sebagai karya persembahan bagi dirinya serta teman-temannya di Sekolah Rakyat.
"Salah satu mimpi saya selain ingin menjadi CEO adalah menulis novel. Target saya setelah lulus dari sini novelnya bisa terbit. Novel ini akan menceritakan perjuangan kami, 75 anak di SRMA 20, yang diberi kesempatan kedua untuk bermimpi," katanya.
Guru-guru dan wali asuh di SRMA 20 pun siap mendukung mimpi besar Jeje itu. Mereka memberikan ruang dan semangat agar Jeje bisa terus menulis, karena percaya tulisan tersebut bukan hanya karya pribadi, tetapi juga cerminan perjalanan kolektif anak-anak Sekolah Rakyat.
SRMA 20 Sleman saat ini menampung 75 siswa dengan dukungan 17 guru, 14 wali asuh, dan 2 wali asrama. Para siswa mendapatkan fasilitas asrama, ruang kelas, laboratorium IPA, perpustakaan, lapangan olahraga, hingga mushola.
Dengan konsep gratis dan berbasis asrama, sekolah ini hadir untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, sesuai gagasan Presiden Prabowo Subianto.
Jeje hanyalah satu dari 75 siswa yang sedang merajut harapan di sekolah ini. Namun melalui tulisannya, ia ingin mengabadikan kisah mereka semua, agar dunia tahu bahwa Sekolah Rakyat adalah rumah baru bagi semua anak yang hampir kehilangan mimpi, tempat harapan-harapan mereka tumbuh setara dengan anak-anak lainnya di seluruh Indonesia.
Tonton juga video "Target Cak Imin untuk Sekolah Rakyat: Ada di Tiap Kabupaten" di sini:
(akn/ega)