Serikat Petani Indonesia (SPI) menyambut baik terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria yang baru saja diputuskan oleh DPR-RI. Ketua Umum SPI, Henry Saragih, meminta pansus mempercepat penyelesaian konflik agraria.
"Pekerjaan awal yang bisa dilakukan adalah menindaklanjuti berbagai kasus konflik yang selama ini telah diajukan oleh SPI dan organisasi tani lainnya, dan gerakan reforma agraria di Indonesia," ujar Henry kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
Henry meminta pansus ini tidak gagal seperti pansus sebelumnya. Dia juga meminta Pansus ini melibatkan serikat petani dan organisasi reforma agraria.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pansus penyelesaian konflik agraria ini jangan mengulangi pansus serupa yang pernah dibentuk DPR sebelumnya, yang mana pansus tersebut kurang berhasil mengemban tugasnya. Pansus yang baru dibentuk ini harus memastikan keikutsertaan serikat petani dan organisasi-organisasi yang memperjuangkan reforma agraria," ucap Henry.
Diketahui, pada Kamis, (2/10) DPR RI mengesahkan tim Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria. Pengesahan itu dilakukan saat rapat paripurna ke-6 masa persidangan I tahun sidang 2025-2026.
Pansus ini terdiri atas 31 anggota DPR-RI dari 8 partai politik. Pansus ini merupakan tindak lanjut dari tuntutan peringatan Hari Tani Nasional pada 24 September 2025.
Pansus dianggap penting sebagai langkah konkret dari pemerintah untuk menjawab desakan kaum tani, yang terus memperjuangkan pelaksanaan reforma agraria sejati di Indonesia.
Sebelumnya, SPI telah menggelar berbagai aksi dan audiensi dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional pada 24-29 September lalu. Rangkaian kegiatan ini berlangsung di berbagai daerah, termasuk aksi besar di Jakarta yang melibatkan ribuan petani dari berbagai wilayah.
Dalam momentum tersebut, SPI menyuarakan enam tuntutan utama sebagai berikut:
1. Menyelesaikan konflik agraria yang dihadapi anggota SPI maupun petani Indonesia secara menyeluruh, dan menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi dalam penyelesaikan konflik agraria terjadi.
2. Mengalokasikan tanah yang dikuasai perusahaan perkebunan dan kehutanan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang sedang dilaksanakan satgas PKH saat ini harus menjadi bagian dari TORA.
3. Merevisi Perpres Percepatan Reforma Agraria No. 62 Tahun 2023 agar sejalan dengan agenda kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani serta masyarakat desa.
4. Merevisi UU Pangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan; UU Kehutanan untuk reforma agraria; dan UU Koperasi untuk memperkuat koperasi petani; serta mendorong pembentukan UU Masyarakat Adat.
5. Segera mencabut UU Cipta Kerja, yang telah nyata membuat kemunduran ekonomi Indonesia; kehilangan lapangan kerja, memperlebar ketimpangan agraria, ketergantungan pangan dari impor, kemunduran di bidang pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
6. Membentuk Dewan Nasional Reforma Agraria dan Dewan Nasional Kesejahteraan Petani untuk memastikan keberlanjutan dan implementasi kebijakan reforma agraria dan kedaulatan pangan.
Data SPI mencatat, hingga 2025 terdapat konflik agraria yang melibatkan 118.762 kepala keluarga anggota SPI dengan total luasan mencapai 537.062 hektare. Konflik ini terjadi di berbagai daerah dengan beragam pihak, mulai dari dinas kehutanan, Perum Perhutani, perusahaan perkebunan, pengusaha perorangan, hingga institusi negara.
Simak juga Video: Pimpinan DPR Terima Audiensi Massa Aksi Hari Tani