Kementerian Transmigrasi akan menyiapkan skema pendanaan bagi transmigran untuk mengikuti program pemagangan di Jepang. Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara menyatakan akan membahas hal tersebut dengan Bank BNI untuk menyediakan soft loan (pinjaman lunak) agar biaya pemberangkatan tidak membebani calon pekerja.
"Kita siapkan dana talangan supaya mereka itu tidak misalkan harus utang, gadai sawah dan insya Allah kalau dikoordinasikan dengan baik oleh Kementerian Transmigrasi dan Kementerian Tenaga Kerja, para transmigrasi juga lebih confident," kata Iftitah dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).
Menurut Iftitah, peluang ini semakin terbuka setelah Kementerian Keuangan mengalokasikan dana Rp200 triliun ke Himbara untuk pembiayaan produktif. Apalagi masa pemagangan ini hanya berjalan sekitar 3-5 tahun dan mereka akan kembali lagi ke Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita akan lihat seperti apa skemanya, termasuk kemungkinan burden sharing, di mana biaya pemberangkatan ditanggung pekerja dengan dana talangan, sementara biaya pendidikan bisa ditopang APBN," jelasnya.
Iftitah mengungkapkan langkah ini juga bertujuan mencegah praktik penyalur tenaga kerja ilegal yang merugikan pekerja Indonesia di Jepang. Ia pun mencontohkan kasus yang disampaikan oleh seorang penerjemah Jepang-Indonesia, yang sering diminta pengadilan Jepang untuk mendampingi pekerja Indonesia bermasalah akibat ditinggalkan penyalur ilegal.
"Setelah diteliti kenapa mereka bekerja illegal karena awalnya ikut pemagangan ternyata sampai Jepang ditinggalkan oleh penyalur ini. Sehingga mereka kerja yang tidak ada izinnya lalu bermasalah dan kemudian ke pengadilan," tutur Iftitah.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan subsidi dari negara untuk biaya pelatihan dan pendidikan, termasuk pembelajaran bahasa Jepang. Iftitah mengatakan metode pelatihan akan dirancang lebih efisien, misalnya melalui pembelajaran jarak jauh dengan modul, sebelum peserta melakukan pelatihan intensif.
"Sehingga nanti kalau misalkan setelah sekian bulan mereka belajar pengenalan bahasa Jepang, kemudian berkumpul di satu tempat untuk pemusatan, mereka sudah familiar, tidak dari nol gitu. Itulah yang sedang kami bicarakan juga," pungkasnya.
(anl/ega)