Dari Manado ke Makassar, dari Dabu-dabu, Kaledo ke Konro

Ekspedisi BBN 2007

Dari Manado ke Makassar, dari Dabu-dabu, Kaledo ke Konro

- detikNews
Senin, 06 Agu 2007 17:12 WIB
Makassar - Bagi Tim Ekspedisi Bahan Bakar Nasional (BBN) 2007, perjalanan menyusuri Trans Sulawesi merupakan petualangan kuliner. Berpetualang merasakan pedasnya dabu-dabu, berlemaknya kaledo dan hangatnya konro.Petualangan kuliner pertama adalah dabu-dabu. Dabu-dabu adalah istilah masyarakat Minahasa untuk sambal. Namun, orang dari luar Minahasa seringkali mengidentikkan dabu-dabu dengan cabe rawit, bawang merah dan tomat yang diiris-iris kemudian ditambahi perasan jeruk nipis."Itu dabu-dabu lilang tepatnya. Dabu-dabu iris," kata Hairil Paputungan, pimpinan Manado Pos yang menjamu penulis bersama beberapa wartawan lainnya di Restoran Ria Rio di Pantai Kalasey, Minahasa, Sulut, Minggu 29 Juli 2007 lalu.Hairil mengajak kami ke restoran yang terletak di Trans Sulawesi antara Manado dan Gorontalo malam sebelum Ekspedisi Bahan Bakar Nabati (BBN) 2007 dimulai di Manado.Di Restoran Ria Rio, dabu-dabu merupakan hidangan wajib. Sebelum Anda duduk dan memesan apapun, dabu-dabu sudah terhidang di atas meja.Dabu-dabu merupakan teman paling cocok untuk ikan bakar dan makanan laut lainnya seperti kepiting. Ikan dan kepiting yang anda makan menjadi lezat luar biasa jika dibubuhi dabu-dabu yang pedas tapi menyegarkan itu.Jika kepedasan, anda tinggal menyeruput es kelapa yang diberi pemanis gula aren. Hmmmm... Sungguh mantap. Tak terasa, kami pun menghabiskan beberapa piring ikan bakar, sop kepiting, dan sayur pakis yang dihidangkan.Pengalaman memakan dabu-dabu dan ikan bakar tak berhenti di sana. Sampai tim ekspedisi mencapai Gorontalo, Selasa 31 Juli 2007, lagi-lagi dabu-dabu dan ikan bakar adalah menu utama.Namun berbeda dengan Minahasa, dabu-dabu Gorontalo lebih banyak diisi irisan tomat. Sehingga rasanya cenderung menyegarkan, sementara pedasnya tak seberapa. Namun tetap saja, dabu-dabu dan ikan bakar tetap menjadi primadona peserta ekspedisi.Besoknya, Rabu 1 Agustus 2007, dari Gorontalo tim terus ke selatan menuju Provinsi Sulawesi Tengah. Tim sempat makan siang di Pantai Bumbulan, Marisa, Gorontalo.Di pantai Bumbulan ini, muncul menu baru: udang goreng dan sop kepiting. Tapi dabu-dabu dan ikan bakar masih nongol.Makanan yang menarik baru muncul lagi ketika tim ekspedisi berhenti untuk makan malam di Desa Kasimbar, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Namanya kaledo.Kaledo adalah sop daging sapi yang dimakan bersama singkong rebus. Dagingnya terasa empuk, bumbunya sangat nikmat. Terasa cocok dimakan bersama singkong rebus.Rasa kaledo itu terus terasa sampai tim tiba di ibukota Sulawesi Tengah, Palu. Setelah sarapan di hotel, tim melanjutkan perjalanan ke provinsi termuda di Sulawesi, Sulawesi Barat.Sesaat setelah memasuki wilayah Sulawesi Barat, iring-iringan kendaraan tim dihentikan ibu-ibu dharmawanita PLN Cabang Mamuju, di Kantor PLN Sarjo, Pasang Kayu, Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Jamuan makan siang."Wah, ada kepiting tuh," lirik seorang reporter tv swasta yang ikut tim ekspedisi.Kepitingnya jelas saja dilirik karena ukurannya yang besar. Badannya saja selebar telapak tangan orang dewasa. Diameter capitnya sebesar jempol kaki."Ini kari kepiting," jelas seorang ibu seperti mengerti kelaparan mata kami.Setelah melewati sedikit upacara, saatnya makan pun tiba. Kari kepiting laku keras. Penulis pun tak ketinggalan, berhasil mendapatkan satu capitnya.Ternyata memecahkan capit kepiting yang diternak di tambak ini perlu upaya tambahan. Sebuah batu kali seukuran kepalan tangan anak kecil dikerahkan untuk menggetok cangkang supit itu. Barulah daging kepiting nongol.Perut pun terisi penuh, tim menlanjutkan perjalanan ke Mamuju. Dari Mamuju, tim yang tersebar di 15 mobil merek Toyota itu melanjutkan ekspedisi ke Parepare pada Jumat 3 Agustus 2007.Setelah shalat Jumat di sebuah masjid di daerah Majene, kami terus ke selatan menuju Polewali. Di Polewali, kami menjajal berbagai makanan khas suku Mandar."Ini lawar. Daging ikan merah mentah yang dihaluskan, diberi perasan jeruk nipis dan bumbu-bumbu," kata ibu Ali Akbar berpromosi.Lawar terlihat berwarna putih kemerah-merahan. Cara terbaik memakan lawar adalah dengan ditemani pisang dan singkong rebus.Selain lawar, terdapat juga zepa, tumpi-tumpi dan ikan terbang yang diasapkan. Semuanya ditaruh di stand khusus makanan tradisional Mandar."Tumpi-tumpi ini merupakan makanan yang wajib ada di setiap pesta perkawinan. Kalau tidak ada, pestanya bisa batal," ucap seorang ibu lainnya, entah serius atau tidak.Tumpi-tumpi adalah daging ikan yang dihaluskan, kemudian dibentuk seperti segitiga dan kemudian digoreng. Sementara zepa adalah ubi parut yang dibentuk seperti martabak.Nah, zepa ditaruh dalam piring, kemudian diberi kuah kari. Lauknya adalah ikan terbang yang diasapkan. Rasanya? Hmmm... Tidak terlalu aneh buat lidah dari luar Sulawesi.Belum cukup itu, tim pun diberi makanan penutup seperti es buah dan bubur khas Mandar, namanya ulek-ulek tareang. Bubur ini terbuat dari beras ketan yang ditumbuk, kemudian diberi kuah gula aren yang dibuat tidak kental karena diberi air yang banyak. Rasanya sungguh nikmat.Dari Polewali, perjalanan berlanjut ke Parepare, Sulawesi Selatan. Setelah menginap di Parepare, Sabtu 4 Agustus 2007. tim Ekspedisi BBN berangkat ke ibukota Sulawesi Selatan, Makassar.Makan siang kami di sebuah kantor PLN di Parepare tidak luar biasa. Namun makan malam di Makassar terasa luar biasa.Tim dijamu langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan Amin Syam di rumah dinasnya. Puluhan anggota tim yang kelaparan disuguhi sop konro, coto Makassar dan berbagai makan khas Sulawesi Selatan lainnya.Konro adalah sop iga sapi khas Sulawesi Selatan. Dagingnya terasa empuk dan bumbunya terasa hangat. Begitu juga coto Makassar yang berisi irisan daging limpa dan hati sapi lalu dimakan bersama lontong.Penutupnya adalah es pisang ijo. Bagi yang belum kenal, es pisang ijo adalah pisang yang dibalut kue berwarna hijau disiram tepung kanji, gula aren dan susu, lalu diberi es. Hmmm... Mantap.Jadilah Ekspedisi BBN 2007 di Trans Sulawesi adalah petualangan dari pedasnya dabu-dabu, berlemaknya kaledo, anehnya lawar dan hangatnya konro. (aba/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads