MK Putuskan UU Tapera Bertentangan dengan UUD dan Harus Diubah

MK Putuskan UU Tapera Bertentangan dengan UUD dan Harus Diubah

Mulia Budi - detikNews
Senin, 29 Sep 2025 15:12 WIB
Sembilan hakim konstitusi membacakan putusan secara bergantian sejumlah gugatan uji materil dan uji formil salah satunya terkait rangkap jabatan wakil menteri (wamen) sebagi komisaris perusahaan di Mahkamah Konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Ilustrasi Sidang MK (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). MK menyatakan UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan harus diubah.

"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI Tahun 2016 No 56, tambahan lembaran NRI nomor 5863) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Tiga, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI tahun 2016 No 55 tambahan lembaran negara NRI No 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan," ujar ketua hakim MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan nomor 96/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).

Gugatan itu diajukan oleh Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto. Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai Tapera bukan pungutan yang bersifat memaksa. Hakim MK mengatakan konsep tabungan Tapera akan menggeser konsep tabungan yang bersifat sukarela.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya'. Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon," ujar hakim MK Saldi Isra.

Hakim MK menilai norma Pasal 7 ayat (1) UU No 4 Tahun 2016 justru tidak sejalan dengan tujuan yang dimaksud. Sebab, menurut hakim, norma tersebut mewajibkan setiap pekerja, termasuk pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera.

"Norma demikian menggeser peran negara sebagai 'penjamin' menjadi 'pemungut iuran' dari warganya. Hal ini tidak sejalan dengan esensi Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan, bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan," ujar hakim.

Hakim MK menilai kewajiban seragam seluruh pekerja termasuk pekerja yang telah memiliki rumah atau belum menjadi peserta Tapera menimbulkan perlakuan yang tidak proporsional. Menurut hakim, hal ini berpotensi menimbulkan beban ganda bagi pekerja.

"Mahkamah menilai bahwa keberadaan Tapera sebagai kewajiban, terlebih disertai sanksi, tidak hanya bersifat tumpang tindih tetapi juga berpotensi menimbulkan beban ganda, terutama bagi kelompok pekerja yang sudah berkontribusi dalam skema jaminan sosial lainnya yang telah ada," ujar hakim MK Enny Nurbaningsih.

Tonton juga video "Ini Isi Putusan MK yang Bikin TNI Tak Bisa Laporkan Ferry Irwandi" di sini:
Halaman 3 dari 2
(mib/haf)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads