Dibiayai Jepang, Jembatan Ampera Dulu Bernama Bung Karno
Senin, 06 Agu 2007 08:47 WIB

Palembang - Jembatan Ampera merupakan jembatan yang dibangun atas biaya pemerintah Jepang, sebagai kompensasi Perang Dunia II. Bukan hanya biaya, jembatan itu pun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut. Jembatan Ampera memiliki panjang 1.117 meter dengan lebar 22 meter. Bagian tengah jembatan dengan panjang 71,90 meter, lebar 22 meter dengan berat 944 ton.Pada masa lalu, bagian tengah ini dapat diangkat, apabila kapal besar dengan lebar 60 meter dengan tinggi maksimum 44,50 meter lewat di bawahnya.Namun sekarang jembatan itu tak bisa diangkat lagi, sehingga hanya kapal yang memiliki tinggi 9 meter saja yang dapat berlalu di bawahnya.Menara pengangkat jembatan berdiri tegak dengan ketinggian 63 meter, bersanding dua. Awalnya berguna menarik bandul jembatan agar dapat naik, ketika kapal melintas di bawahnya.Namun, sejak tahun 1970 aktivitas turun naik bagian tengah jembatan itu sudah tidak bisa dilakukan. Penghentian itu dilakukan karena mengingat arus lalu lintas di darat yang begitu sibuk, akan sangat menganggu aktivitas transportasi, apalagi waktu yang dibutuhkan buat menaikkan badan jembatan memakan waktu 30 menit.Maka, guna menghindari jatuhnya beban pemberat untuk mengangkat jembatan atau yang disebut dengan bandul, yang beratnya 1.000 ton, pada tahun 1990 bandul itu diturunkan. Awalnya, masyarakat Palembang menyebut jembatan itu dengan Jembatan Bung Karno. Masyarakat Palembang menilai pemberian nama itu, sangat relevan, karena yang membangun dan memiliki interes yang cukup tinggi terhadap jembatan ini adalah Bung Karno.Namun, terjadilah pergolakan politik pada tahun 1965. Berbagai peristiwa menoreh perjalanan bangsa ini. Lantas masyarakat bersama pemerintah mengganti nama jembatan itu dengan memberi nama baru: Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).Sekitar tahun 2002, ada wacana untuk mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera itu. Tapi usulan ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan sebagian masyarakat.Menurut sejarawan Palembang, Djohan Hanafiah, pemberian nama jembatan Bung Karno, sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Sebab Bung Karno bersungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.Djohan menjelaskan, pengukuhan nama Bung Karno dilakukan tahun 1965. Namun, setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera.Menurut Djohan, ada sebagian warga Palembang menginginkan namanya dikembalikan seperti sebelumnya, Jembatan Bung Karno. "Itu upaya pelurusan sejarah," kata dia kepada detikcom, Minggu (5/08/2007) kemarin.Sejak awal tahun 2004, ketika Eddy Santana Putra menjadi Walikota Palembang, dia mengecat jembatan itu menjadi warna merah. Sebelumnya, selama Soeharto berkuasa berwarna kuning. Kemudian dia menambah lampu-lampu di tepian jembatan. Dana untuk memperindah Ampera itu sebesar Rp 3 miliar. Tapi, Eddy juga yang memiliki gagasan pemasangan baleho di tiang jembatan Ampera. Lantaran biayanya dari sponsor, sebuah merk rokok pun menghiasi jembatan Ampera. Kini baleho itu berisi gambar Gubernur Sumsel Syahrial Oesman dan Eddy Santana Putra sebagai iklan Visit Musi Year 2008.
(tw/asy)