Eks Dirut Taspen ANS Kosasih Minta Dibebaskan dari Tuntutan 10 Tahun Penjara

Eks Dirut Taspen ANS Kosasih Minta Dibebaskan dari Tuntutan 10 Tahun Penjara

Mulia Budi - detikNews
Kamis, 25 Sep 2025 20:49 WIB
Mantan Direktur Utama PT Taspen ANS Kosasih membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Mulia Budi/detikcom)
Foto: Mantan Direktur Utama PT Taspen ANS Kosasih membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Mulia Budi/detikcom)
Jakarta -

Mantan Direktur Utama PT Taspen Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih meminta dibebaskan dari tuntutan pidana 10 tahun penjara dalam kasus korupsi dugaan investasi fiktif. Kosasih mengklaim selalu bekerja dengan profesional dan transparan.

"Dalam masa kepemimpinan saya di PT Taspen Persero saya pernah menginisiasi dan mengawal berbagai transformasi yang berdasar dalam tata kelola perusahaan dengan tetap menyanjung tinggi good government, profesionalisme dan transparansi," kata ANS Kosasih saat membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2025).

Kosasih memberi judul pleidoi pribadinya dengan nama'Jangan Pandang Pergerakan Nilai Investasi dari Kasus Perdata Sebagai Kerugian Negara'. Dia mengaku sudah berkecimpung dalam dunia keuangan investasi selama lebih dari 30 tahun lamanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nama saya Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, saya berlatar belakang pendidikan dan pengalaman profesional di bidang keuangan investasi dan manajemen strategis yang telah saya jalani selama lebih dari 30 tahun," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan, dakwaan yang menyatakan adanya penyalahgunaan kewenangan, niat jahat atau mens rea, upaya untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain secara melawan hukum adalah tidak benar. Dia mengaku selalu mengambil keputusan dengan memastikan adanya kajian, analisa dan pertimbangan yang matang untuk optimalisasi nilai aset PT Taspen.

"Hal ini karena seluruh tindakan yang saya lakukan semata-mata didorong oleh niat untuk mengoptimalkan kinerja institusi serta memberikan manfaat nyata bagi negara dan masyarakat bukan sebaliknya," kata Kosasih.

"Tuduhan maupun dakwaan yang ditujukan terhadap diri saya sejatinya tidak mencerminkan fakta yang sesungguhnya melainkan merupakan interpretasi yang keliru terhadap kebijakan dan keputusan yang telah saya ambil secara sah, benar serta berlandaskan pada itikad baik," imbuhnya.

Selain itu, Kosasih mengatakan mantan Direktur utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto memaparkan tentang saham bukan sukuk. Dia mengklaim tak pernah ada pertemuan untuk memasukkan sukuk SIA-ISA 02 ke PT IIM.

"Berdasarkan dari keterangan saksi tersebut, yang dipaparkan oleh IIM adalah saham bukan sukuk sehingga yang JPU sampaikan dalam surat tuntutan adalah tidak benar dan tidak berdasar. Dalam hal ini tidak ada dan tidak pernah ada pertemuan antara saya dengan saudara Ekiawan untuk memasukan SIA-ISA 02 ke dalam reksa dana yang dikelola IIM," ujarnya.

Kuasa hukum Kosasih mengatakan unsur memperkaya diri sendiri dan atau orang lain tidak terbukti dilakukan oleh kliennya. Dia mengklaim unsur kerugian keuangan negara sebesar Rp 1 triliun dalam kasus ini juga tidak terpenuhi.

"Tidak terpenuhinya unsur kerugian keuangan negara karena bukti perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK telah melanggar syarat formil perhitungan kerugian keuangan negara," ujar kuasa hukum Kosasih.

Dia memohon majelis hakim menyatakan Kosasih tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi. Dia memohon Kosasih dibebaskan dari tahanan.

"(Memohon majelis hakim) membebaskan terdakwa ANS Kosasih dari dakwaan pertama atau dakwaan kedua atau setidak-tidaknya membebaskan terdakwa ANS Kosasih dari segala tuntutan hukum," pinta kuasa hukum Kosasih.

Dia juga memohon agar blokir rekening Kosasih dibuka. Dia ingin nama baik kliennya dipulihkan seperti keadaan semula.

"Menyatakan barang bukti yang disita dan terlampir dalam berkas perkara terdakwa ANS Kosasih untuk seluruh dikembalikan baik terhadap terdakwa maupun para pihak yang berhak atas barbuk tersebut sebagaimana dalam dituangkan dalam daftar barbuk penuntut umum," pintanya.

"Memerintahkan KPK membuka seluruh blokir rekening atas nama Terdakwa ANS Kosasih. Memulihkan hak, harkat serta martabat dan mengembalikan kemampuan dan kedudukan terdakwa ANS Kosasih dalam keadaan semula," imbuhnya.

Sebelumnya, Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih dituntut pidana penjara selama 10 tahun. Kosasih diyakini jaksa bersalah melakukan korupsi dalam kasus dugaan investasi fiktif.

"Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan," imbuhnya.

Kosasih juga dituntut membayar denda Rp 500 juta. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.

"Menghukum Terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar jaksa.

Tak hanya itu, Kosasih juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 29,15 miliar, 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, 1,26 juta won Korea, dan Rp 2,87 juta.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 29,15 miliar, 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea, dan Rp 2,87 juta," ujar jaksa.

Hal memberatkan tuntutan adalah perbuatan Kosasih tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi. Kosasih disebut jaksa juga berbelit-belit sehingga mempersulit pembuktian.

Kosasih diyakini jaksa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman 2 dari 2
(mib/wnv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads