Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menanggapi usulan Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan buntut temuan kasus keracunan di berbagai wilayah. Said mengatakan harus ada deteksi yang mendalam dari pemerintah.
"Program prioritas Presiden Makan Bergizi Gratis itu, itu sesuatu yang baik, yang harus kita dorong dulu. Bahwa di dalam perjalanannya ada yang seperti yang kita baca bersama di berbagai media, maka harus segera dilakukan deteksi oleh pemerintah," kata Said di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said lantas menyoroti Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bisa melayani 3.000 porsi MBG. Menurutnya, jumlah porsi tersebut terlalu banyak dan perlu dikurangi agar makanan yang dibuat tak terlalu lama dan basi.
"Karena 1 SPPG melayani 3.000, apakah itu bisa diperpendek? 1 SPPG cukup 1.500, sehingga menu Makan Bergizi Gratis yang sampai di sekolah itu masih fresh from the oven," ujar Said.
"Nah, kesannya sekarang, kalau dari sisi pemberitaan sampai Kepala Staf Kepresidenan yang menyampaikan ada 5.300 sampai 5.800 yang keracunan, kita semua kan wajib prihatin. Tapi tidak berarti, tidak berarti ada konklusi harus disetop. Jangan," ujar Said.
Said mengingatkan pentingnya melakukan deteksi dini pada makanan yang disajikan. Ia menyoroti proses dan waktu makanan dimasak yang menjadi salah satu faktor keracunan di MBG.
"Lebih baik mari kita deteksi dini, di mana letak masalahnya. Apakah karena jam 2 malam baru masak, sedangkan jam 12 pagi itu kan sudah 14 jam tersendiri. Jadi perlu pola baru. Atau setiap sekolah ada satu SPPG sehingga itu akan lebih menarik dan lebih mudah dari sisi pengawasan," tambahnya.
Said juga merespons usulan MBG dialihkan menjadi uang tunai bagi wali murid. Ia lantas menyampaikan tiga alternatif.
"Ada tiga instrumen yang bisa dilakukan. Bisa pemerintah menyalurkan langsung (ke) kabupaten-kabupaten. Bisa pemerintah lewat PKH (program keluarga harapan). Kalau PKH selama ini per bulan Rp 300 ribu, kita tambahin Rp 300 ribu. Tapi yang Rp 300 ribu itu untuk MBG. Atau SPPG-nya didekatkan di sekolah," kata Said.
Kendati demikian, Said menekankan keputusan akhir ada di pemerintah. Banggar hanya bisa menyampaikan pertimbangan.
"Kalau Banggar, cara berpikir Banggar seperti itu. Nah, pilihan-pilihan itu adalah domain pemerintah," ungkapnya.
Sebelumnya, Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan. Hal ini menindaklanjuti sejumlah temuan kasus keracunan terhadap siswa setelah mengonsumsi MBG.
Koordinator Program dan Advokasi JPPI, Ari Hadianto, menyampaikan hal itu di rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025). Ari menyebutkan temuan dugaan keracunan lantaran ada kesalahan sistem di BGN.
"Tolong wakilkan kami untuk sampaikan ini kepada ke Pak Prabowo. Pertama, hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah," kata Ari dalam rapat tersebut.
Ia berharap siswa tidak dijadikan target politik. Ari meminta yang harus diprioritaskan saat ini adalah keselamatan dan tumbuh kembang anak.
"Jadi jangan jadikan anak itu dari target-target program politik yang akhirnya malah menyampingkan keselamatan anak dan tumbuh kembang anak," ujar Ari.
"Maka kami meminta dengan hormat kepada para Bapak Ibu anggota Dewan anggota Komisi IX, sampaikan rekomendasi ini kepada Pak Presiden dan kami minta hentikan MBG dan evaluasi total," ungkapnya.
Simak juga Video 'BGN Ungkap Biang Kerok Keracunan Massal MBG':
(dwr/dek)