Dedikasi Iptu Jumadil 12 Tahun Jadi Guru Ponpes, Mengajar Usai Selesai Dinas

Hoegeng Corner 2025

Dedikasi Iptu Jumadil 12 Tahun Jadi Guru Ponpes, Mengajar Usai Selesai Dinas

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Senin, 22 Sep 2025 10:38 WIB
Iptu Jumadil
Iptu Jumadil (Foto: Dok Ist)
Jakarta -

Iptu Jumadil Firdaus konsisten mengajar di pesantren tradisional di Banda Aceh, Provinsi Aceh. Aktivitas itu dijalani perwira polisi yang kini menjabat sebagai sebagai Kasubbag Binkar SDM Polresta Banda Aceh tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.

Iptu Jumadil berbincang dengan detikcom pada Selasa 9 September 2025. Namanya diusulkan oleh Polda Aceh dalam program Hoegeng Corner 2025.

Dia awalnya bercerita mengenai ketertarikannya dalam mengajar yang sudah dilakukan sejak SMA hingga kuliah. Saat itu dia sudah mengajar anak-anak untuk mengaji di TPQ.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah lulus kuliah, Iptu Jumadil masuk menjadi anggota polisi pada 2005, atau setelah bencana tsunami melanda Tanah Rencong. Saat itu dia aktif membantu sebagai pengasuh di asrama anak yatim yang dibangun oleh Kerajaan Johor Malaysia untuk korban yang terdampak tsunami.

"Saya terus mengajar di sana, pengasuh anak-anak yatim 2005 sampai 2012," kata Iptu Jumadil.

ADVERTISEMENT

Baru kemudian pada 2012, Iptu Jumadil aktif membantu Pesantren Raudhatul Hikmah Al Waliyah, asuhan pimpinan Tgk H Syukri Daud Pango Raya. Dia mengajar di pesantren tersebut pada malam hari selepas dirinya pulang dinas.

Jumlah santri di pesantren tradisional itu sempat mencapai 350 orang namun kini hanya sekitar 250 orang. Pesantren tersebut terdiri dari beberapa kelas laki-laki dan perempuan.

"Kalau untuk anak-anak mungkin sekitar segituan. Namun yang tinggal pesantren paling 50, yang lain tinggal di rumahnya masing-masing," ujar Iptu Jumadil menjelaskan soal kondisi santri di sana.

Iptu JumadilIptu Jumadil Foto: Dok Ist

Namun berbeda dengan pesantren modern, tidak ada ijazah yang dikeluarkan oleh Pesantren Raudhatul Hikmah Al Waliyah. Mereka yang belajar mengaji di pesantren tersebut tetap mengikuti sekolah formal di sekolah lain.

"Paginya yang sekolah, sekolah gitu, yang ada kuliah gitu, malam pengajian," kata Iptu Jumadil.

Iptu Jumadil mengajar materi sesuai kurikulum yang ditentukan oleh pesantren. Dia pernah mengajar santri tentang tajwid, tadarus Al-Quran hingga kitab Arab.

"Jadi tergantung kurikulum dan jadwal dewan guru yang ditetapkan manajemen pesantren," imbuh dia.

Alasan Iptu Jumadil konsisten mengajar di pesantren selama 12 tahun karena dia meniatkan hal itu sebagai ibadah. Dia teringat pesan orang tua dan guru yang selalu menekankan mengenai pentingnya untuk berkontribusi dalam pendidikan.

"Kemudian memang saya juga berpikir bahwa kami yang saat ini melekat kepada saya selaku anggota Polri, ini pengabdian kami yang merupakan ibadah-ibadah. Dan ini memang sudah takdir saya saya ditetapkan oleh Allah sebagai polisi dan memang pengabdian itu tujuan saya mengajar memang semata-mata berharap ibadah dan rido Allah SWT," ujar dia.

Selain itu, Iptu Jumadil juga menceritakan pengalamannya saat menjadi Kapolsek Banda Raya, Banda Aceh. Dia menggagas program 'Berkah Seuribee' atau sehari seribu.

"Itu memang program yang coba saya canangkan bersama saya dan rekan-rekan karena saya melihat masih ada saudara-saudara kita di bawah garis kemiskinan," kata Iptu Jumadil.

Dia menjelaskan program ini merupakan keikhlasan para anggota untuk menyedekahkan infaq sehari seribu. Ide tersebut disambut positif oleh anggotanya yang saat itu berjumlah sekitar 30 orang.

Dari program tersebut, terkumpullah uang sejuta lebih dalam setiap bulannya. Uang itu digunakan untuk membantu fakir miskin dan anak yatim yang berada di sana.

"Kita bantu mereka karena sebagai wujud sebagai ibadah. Dalam islam banyak sedekah banyak rezeki," ujar dia.




(knv/aud)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads