KPK mengungkap alasan adanya sejumlah saksi dari ormas keagamaan dipanggil di kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. KPK menyebut saksi yang dipanggil karena berdinas di Kementerian Agama.
"Bahwa yang kami panggil itu adalah orang per orang, yang kami panggil itu orang per orang. Misalkan saudara A. Itu yang dia yang kita panggil," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kamis (18/9/2025) malam.
"Nah masalah dia, misalkan selain berdinas di kementerian agama, dia kemudian menjadi anggota salah satu organisasi keagamaan. Di samping menjadi pegawai di kementerian keagamaan, dia menjadi juga anggota. Tapi yang dipanggil itu adalah orang per orangnya," tambahnya.
Asep mengatakan kasus kuota haji ini berkaitan dengan Kemenag di mana ada sejumlah travel haji yang juga mendapat kuota haji khusus. Sehingga menurutnya, tidak tepat jika pemeriksaan saksi dikaitkan dengan ormas keagamaan.
"Dan yang terkait dengan masalah kuota haji ini adalah Kementerian Agama dengan para jamaah haji yang waktu itu berangkat di tengah-tengahnya ya ada travel, ada travel yang kemudian mengkoordinir pemberangkatan calon haji tersebut di tahun 2024," ucapnya.
Dia menegaskan para saksi dipanggil karena pernah jadi pegawai di Kementerian Agama (Kemenag).
"Jadi ketika disangkut-pautkan misalkan dengan karena dipanggil tadi ada juga bekerja 'oh ada kaitannya ya dengan organisasi itu' Itu tidak serta-merta demikian. Tidak serta-merta demikian," ucapnya.
Diketahui, KPK pernah memeriksa Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Syarif Hamzah Asyathry. Selain itu, KPK juga pernah memanggil staf Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bernama Syaiful Bahri.
Kasus dugaan korupsi kuota haji pada 2024 ini telah naik ke tahap penyidikan, tapi KPK belum menetapkan tersangka. KPK telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Kasus bermula saat Indonesia mendapat tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu. Kemudian, ada pembagian kuota haji tambahan itu sebanyak 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus.
Padahal, menurut undang-undang, kuota haji khusus 8 persen dari total kuota nasional. KPK menduga bahwa asosiasi travel haji yang mendengar informasi adanya kuota tambahan itu lebih menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas masalah pembagian kuota haji.
Berdasarkan penghitungan sementara, kerugian negara yang disebabkan kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian itu timbul akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus.
KPK menduga ada juru simpan untuk menampung uang hasil korupsi tersebut. KPK masih memburu siapa juru simpan uang tersebut.
Simak juga Video 'Rekap KPK, Gratifikasi Jadi Kasus Korupsi Paling Tinggi di RI':
(ial/idn)