Menteri Kebudayaan, Fadli Zon menyampaikan pidato kunci dalam Konferensi Internasional Peradaban Melayu Dunia bertema 'Memperkuat Hubungan Kohesif dalam Menghadapi Tantangan Peradaban Baru Dunia' di Universitas Nasional (UNAS), Jakarta.
Dalam kesempatan itu, ia menekankan pentingnya representasi peradaban Melayu di kancah global.
"Peradaban Melayu adalah salah satu peradaban tua yang kaya akan ekspresi budaya. Forum ini menjadi momentum penting untuk memastikan peradaban Melayu tidak hanya dikenang, tetapi juga dihidupkan, dikembangkan, dan diwariskan kepada generasi mendatang," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (17/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli juga menyoroti kekayaan budaya Indonesia yang disebut sebagai 'Mega Diversity'.
"Dari warisan budaya tak benda di Indonesia, kita mencatat di tingkat nasional berjumlah 2.213. Potensinya mencapai 50.000, mulai dari ritus, manuskrip, tradisi lisan, permainan tradisional, olahraga tradisional, sastra, dan banyak lagi. Kemudian di bidang seninya ada film, musik, seni pertunjukan, teater, tari-tarian, dan lain-lain. Banyak sekali ekspresi budaya kita yang sangat kaya yang termasuk di dalamnya adalah budaya melayu. Kekayaan budaya dari Indonesia ini bisa kita sebut sebagai Mega Diversity," sambungnya.
Ia pun menambahkan, Indonesia memiliki diaspora Melayu yang tersebar luas termasuk di Cape Town, Afrika Selatan.
"Namun, para diaspora tersebut tidak bisa berbahasa Indonesia-Melayu. Padahal mereka memiliki ikatan batin dengan Indonesia. Ini patut menjadi PR kita bersama," jelasnya.
Lebih lanjut, Fadli menegaskan peran bahasa Melayu sebagai simpul peradaban maritim yang sudah digunakan sejak abad ke-7 masehi.
"Bahasa tersebut terus berkembang dan kemudian diresmikan menjadi Bahasa Indonesia pada Sumpah Pemuda 28 Oktober oleh para pemimpin Indonesia terdahulu. Hal ini menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau binding power yang Bahasa Indonesia menjadi salah satu warisan budaya Melayu yang luar biasa," tuturnya.
Ia pun mengingatkan tantangan globalisasi yang mengancam eksistensi peradaban Melayu, sehingga harus dipelihara dan dikembangkan bersama.
"Ini bisa menjadi satu pembahasan di dalam forum ini sebagai momentum untuk menguatkan kembali jalinan semangat kohesi dari bangsa-bangsa serumpun Melayu seluruh dunia. Melalui solidaritas budaya, kita tidak hanya menjaga warisan bersama, tapi juga menghidupkan kerjasama nyata," ucapnya.
"Semoga dari konferensi internasional ini akan lahir berbagai hal yang dapat kita tindak lanjuti bersama ke depannya," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama Universitas Nasional Ernawati Sinaga menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini.
"UNAS sangat bangga menjadi tuan rumah konferensi internasional pertama tentang peradaban Melayu dunia. Kami berharap kegiatan ini berkelanjutan setiap tahun dan melahirkan gagasan-gagasan baru, rekomendasi kebijakan, serta langkah nyata dalam menjaga warisan budaya Melayu," jelas Ernawati.
Senada, Ketua Pelaksana sekaligus Presidium Konferensi Iskandarsyah Siregar menganggap konferensi ini sebagai hasil kolaborasi antara Universitas Nasional dan University of Malaya yang diharapkan dapat memberikan kebermanfaatan yang lebih luas sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi lintas batas dalam penguatan peradaban Melayu.
Sebagai informasi, Konferensi Internasional Peradaban Melayu Dunia ini turut dihadiri oleh Rektor Universitas Tanri Abeng Suyanto, Rektor Universitas LIA Siti Yulidhar Harunasari, Rektor Universitas Nasional Amry Bermawi Putera, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Keuangan, dan SDM Universitas Nasional Suryono Effendi, Dekan Akademi Pengajian Melayu sekaligus Presidium Saabzali Musa Kahn, Direktur Sejarah dan Permuseuman Agus Mulyana, serta Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII Lita Rahmiati.
(prf/ega)