Jaksa menggali aliran duit dari terdakwa kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng, hakim Djuyamto. Ternyata duit itu mengalir ke istri hingga pembangunan kantor terpadu MWC Nahdlatul Ulama (NU) wilayah Kartasura.
Aliran duit itu terungkap saat Suratno selaku Bendahara Majelis Wakil Cabang wilayah NU (MWC NU) Kartasura dan Raden Ajeng Tumenggung Diah Ayu Kusuma Wijaya yang merupakan istri Djuyamto menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/9/2025). Suratno mengatakan Djuyamto menjabat sebagai ketua pelaksana pengadaan dan pembangunan kantor terpadu NU Kartasura tersebut.
"Djuyamto itu apa jabatannya?" tanya hakim ke saksi.
"Beliau sebagai ketua pelaksana pengadaan dan pembangunan," jawab Suratno.
"Bangun apa rencana tadi?" tanya hakim.
"Bangun kantor terpadu untuk NU (Kartasura)," jawab Suratno.
Suratno mengaku menerima 3 kali penyerahan duit dari Djuyamto. Total uang yang diterima Suratno dari Djuyamto lebih dari Rp 5 miliar.
"Berarti tadi kan yang pertama Rp 2,5 miliar, kemudian Rp 3 miliar, terus Rp 250 juta ya pak ya. Jadi totalnya Rp 5.750.000.000 ?" tanya jaksa.
"Siap, tadi ada pengurangan Rp 100 juta tadi Pak," jawab Suratno.
Hakim mengambil alih persidangan dan meminta Suratno merincikan penerimaan duit tersebut. Suratno mengatakan penyerahan pertama sebesar Rp 2,4 miliar dilakukan menggunakan koper di Jakarta.
"Yang jelas-jelas aja. Yang pertama jadinya berapa?" tanya ketua majelis hakim Effendi.
"Jadinya Rp 2.403.000.000," jawab Suratno.
Dia mengatakan penyerahan kedua nilainya hampir mencapai Rp 3 miliar. Uang itu dibawa dari Jakarta ke Kartasura menggunakan tas yang diberikan oleh Djuyamto.
"Yang kedua?" tanya hakim.
"3 meter (Rp 3 miliar, red)," jawab Suratno.
"Kurang Rp 100 ribu?" tanya hakim.
"Kurang Rp 100 ribu, tapi sudah ditutup panitia Pak," jawab Suratno.
Kemudian, penyerahan ketiga dilakukan melalui transfer. Nilainya sebesar Rp 250 juta.
"Yang ditransfer?" tanya hakim.
"Rp 250 (juta)," jawab Suratno.
(mib/yld)