Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Asep Nana Mulyana, mengusulkan adanya penguatan regulasi berpandangan pada korban. Asep menilai saksi seharusnya tidak dipandang sebagai alat bukti.
Hal itu disampaikan Asep dalam rapat dengar pendapat membahas revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSK) bersama Komisi XIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9/2025). Dia mengatakan selama ini saksi kerap disamakan sebagai alat bukti.
"Saat ini kita mengetahui bahwa posisi korban itu sama halnya dengan alat bukti yang lain. Saya sampaikan, bicara tentang Pasal 180 KUHAP misalnya itu sama dengan saksi, sama dengan tersangka, dan sebagainya," kata Asep.
"Tidak ada perbedaan spesifik dalam undang-undang, menempatkan korban itu sebagai suatu yang sifatnya khusus yang atau sendiri," sambungnya.
Menurutnya, jika disepakati adanya perlindungan kepada korban, perlu adanya penghormatan. Sebab itu, kata dia, perspektif mengenai posisi korban dan saksi harus diubah.
"Tidak dalam konteks menempatkan korban sebagai saksi, sebagai alat bukti, yang ketika itu ditempatkan posisi itu, maka tidak ubahnya korban pun seolah-olah sebagai alat bukti," paparnya.
"Selesai kan kami ini mungkin dari penyidik selesai menggunakan, selesai kemudian terpenuhi alat bukti, dan kemudian tindak pidana bisa nyatakan lengkap P21, maka kemudian korban pun seolah-olah dibiarkan begitu saja," lanjut dia.
Asep menilai selama ini korban hanya dilihat sebagai bagian dari mekanisme. Dia menegaskan perlu adanya perubahan paradigma mengenai korban maupun saksi.
"Kami sempat sampaikan di dalam rapat 18 Februari 2025, bagaimana mengubah paradigma itu. Jadi tidak lagi melihat korban sebagai alat bukti, tetapi dalam konteks yang lebih luas daripada itu," tuturnya.
Simak juga Video 'Anggota Baleg DPR: UU PPRT akan Jadi Penebus Dosa Negara-Pemerintah':
(amw/rfs)