Komisi V DPR-Kemendes Sepakat Bebaskan Desa-Lahan Transmigrasi dari Kawasan Hutan

Komisi V DPR-Kemendes Sepakat Bebaskan Desa-Lahan Transmigrasi dari Kawasan Hutan

Eva Safitri - detikNews
Selasa, 16 Sep 2025 20:44 WIB
Rapat kerja Komisi V DPR dengan Kemendes PDT dan Kementerian Transmigrasi, Selasa (16/9).
Rapat kerja Komisi V DPR dengan Kemendes PDT dan Kementerian Transmigrasi, Selasa (16/9). (Foto: Dok. istimewa)
Jakarta -

Komisi V DPR RI dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) sepakat agar seluruh desa dan kawasan transmigrasi dilepaskan statusnya dari kawasan hutan atau taman nasional. Keduanya mendukung adanya produk hukum yang komprehensif dari pembebasan tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Robert Rouw saat rapat kerja dengan Kemendes PDT dan Kementerian Transmigrasi yang membahas keberadaan Desa dan Kawasan Transmigrasi yang dinyatakan berada dalam kawasan hutan/taman nasional, di ruang rapat Komisi V DPR RI, Senayan, Selasa, (16/9/2025).

Robert Rouw mengatakan pihaknya mewajibkan Kemendes PDT dan Kementrans meningkatkan koordinasi dalam percepatan inventarisasi data, verifikasi lapangan, dan proses pelepasan desa dan kawasan transmigrasi dari kawasan hutan atau taman nasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Komisi V DPR RI sepakat dengan Kemendes PDT dan Kementrans untuk menjalankan amanat pasal 98 ayat 6 MD3," kata Robert Rouw.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto dalam paparannya mengatakan pembahasan terkait desa di dalam kawasan hutan sangat urgen karena menyangkut hak hidup masyarakat, kelestarian hutan, serta kepentingan pembangunan nasional dan global.

Saat ini, jumlah desa yang berada di kawasan hutan mencapai 2.966 desa, sementara jumlah desa yang berada di tepi/sekitar kawasan hutan mencapai 15.481 desa.

Menurutnya, banyak desa berada dalam batas kawasan hutan tanpa status hukum yang jelas. Jika tidak segera diselesaikan, desa akan terus mengalami ketidakpastian administrasi dan sulit mengakses program pembangunan.

Selain itu, tumpang tindih kepentingan masyarakat, pemerintah dan perusahaan konsesi akan menyebabkan konflik antara masyarakat dengan negara atau swasta yang berkepanjangan. Warga desa hutan umumnya bergantung pada hutan untuk hidup, jika tidak segera diselesaikan, menurutnya, masyarakat desa akan tetap miskin secara struktural, karena akses ekonomi dibatasi aturan kehutanan.

"Tekanan ekonomi bisa mendorong deforestasi, masyarakat desa tidak produktif sehingga tidak terjadi kemandirian pangan dan energi," ujar Yandri.

Pihaknya bersama Kementerian/Lembaga terkait akan melakukan pemetaan kembali kawasan hutan sebagai wilayah administrasi pemerintahan desa dan sebagai hak milik warga desa. Kawasan hutan negara yang telah dikelola masyarakat yang di dalamnya termasuk kehidupan sosial ekonomi, budaya, dan religi masyarakat diubah statusnya menjadi perhutanan sosial atau skema lain yang sesuai.

Selain itu, pihaknya memberikan rekomendasi agar dapat menerapkan skema enclave wilayah administrasi pemerintahan desa yang meliputi permukiman warga desa, fasilitas sosial dan fasilitas umum secara menyeluruh.

"Pemberian hak akses atas pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan bagi kesejahteraan desa dan masyarakat desa yang wilayahnya sebagian berada di dalam Kawasan hutan dan sebagian berada di luar jika skema enclave wilayah administrasi pemerintahan desa tidak dapat dilakukan, seperti taman nasional," ungkap Yandri.

(eva/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads