Polresta Tangerang mengamankan 23 orang mata elang atau debt collector di Jalan Raya Serang, Kawasan Cikupa, Tangerang. Mereka diamankan usai marak video soal mata elang yang meresahkan masyarakat.
Tim sigap Polresta Tangerang bersama Unit Reskrim Polsek Cikupa kemudian menggelar operasi pada Kamis (11/9). Sebanyak 23 orang mata elang yang sering memberhentikan kendaraan orang lain secara paksa diamankan petugas.
"Pada dasarnya, kami konsisten untuk menindak semua bentuk kekerasan baik yang dilakukan perorangan atau kelompok, tindakan premanisme, persekusi, termasuk yang berkedok debt collector," kata Kapolresta Tangerang Kombes Pol Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah, Jumat (12/9).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indra Waspada menerangkan, puluhan mata elang itu diamankan dari beberapa titik di Jalan Raya Serang. "Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan mendalam untuk tindakan lebih lanjut," ujarnya.
Dia menegaskan, debt collector tidak boleh main cegat lalu merampas kendaraan di jalan. Menurutnya, ada mekanisme hukum yang mengatur proses penarikan kendaraan karena utang.
"Tidak ada lagi hak eksekutorial bagi penagih utang apabila tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, dan debitur menolak menyerahkan kendaraan," katanya.
Pernyataan Indra Waspada itu merujuk pada Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021, yang menginterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh ditetapkan sepihak oleh kreditur. Dalam putusan itu juga dijelaskan objek jaminan tidak boleh langsung dieksekusi meski sudah memiliki sertifikat jaminan.
"Penerima dan pemberi fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera janji tersebut. Jika sudah ada kesepakatan para pihak, kreditur dapat langsung mengeksekusi. Namun, saat tidak terdapat kesepakatan, maka pelaksanaan eksekusi dapat melalui putusan pengadilan," beber Indra Waspada.
Menurutnya, debt collector harus bernaung dalam satu badan hukum dan badan hukum tersebut memiliki izin dari instansi terkait. Selain itu, debt collector wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan.
"Apabila ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, penarikan kendaraan bisa dilakukan, tapi harus oleh pegawai perusahaan pembiayaan tersebut atau pegawai alih daya dari perusahaan pembiayaan yang memiliki surat tugas untuk melakukan eksekusi benda jaminan fidusia," kata Indra Waspada.
Menurutnya, apabila penarikan dilakukan secara paksa atau tanpa prosedur yang benar, tindakan itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, atau Pasal 365 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, jika terjadi perampasan di jalanan," kata Indra.
Simak Video Viral Mata Elang Cegat Warga di Tangerang, Polisi Pun Bertindak