Sorotan soal Gaji Usai Anggota DPR Dinonaktifkan

Sorotan soal Gaji Usai Anggota DPR Dinonaktifkan

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 02 Sep 2025 08:59 WIB
Gedung DPR
Ilustrasi Kompleks Parlemen (DPR, MPR, DPD) (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Anggota DPR yang dinonaktifkan karena kontroversial hingga melukai hati rakyat kini mendapat sorotan publik. Pasalnya, mereka masih menerima gaji meski berstatus nonaktif.

Adapun mereka yang dinonaktifkan itu adalah Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dari Fraksi NasDem, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dari Fraksi PAN, dan Adies Kadir dari fraksi Golkar. Apa sebenarnya makna status anggota DPR nonaktif?

Tak Terima Tunjangan Fasilitas

Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam menegaskan penonaktifan anggota DPR bermasalah penting dilakukan untuk menjaga marwah lembaga legislatif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami minta ketua umum parpol untuk menonaktifkan anggota DPR yang bermasalah. Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai anggota DPR," kata Nazaruddin kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).

Menurut dia, status nonaktif bukan sekadar simbolik. Dia mengatakan para anggota yang dinonaktifkan tak akan mendapat fasilitas lagi.

ADVERTISEMENT

"Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI," ujarnya.

Nazaruddin menegaskan MKD akan terus mendorong ketua umum parpol mengambil sikap tegas demi menjaga integritas DPR.

"Kalau tidak ada langkah dari parpol, masyarakat bisa menilai DPR ini lembaga yang tidak serius menjaga kehormatannya," tutupnya.

Masih Terima Gaji

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah buka suara mengenai persoalan tersebut. Said mengatakan secara teknis anggota DPR RI yang dinonaktifkan tersebut masih menerima gaji.

"Kalau dari sisi aspek itu (teknis) ya terima gaji," kata Said di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).

Namun, Said menjelaskan, dalam UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, tak ada istilah nonaktif. Meski begitu, dia menghormati sikap PAN, NasDem, dan Golkar.

"Baik tatib maupun Undang-Undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif," ujarnya.

"Namun saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar, dan seharusnya pertanyaan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut, supaya moralitas saya tidak melangkahi itu, dan tidak bolehlah ya," sambung dia.

Publik lantas menyoroti anggota DPR yang masih menerima gaji meski berstatus nonaktif. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai jika penonaktifan itu hanya untuk menyembunyikan anggota DPR bermasalah untuk sementara.

"Fraksi atau partai nampak tak ingin kehilangan 5 anggota mereka hanya karena dituntut publik. Mereka hanya 'disembunyikan' sementara waktu sambil menunggu perkembangan selanjutnya. Kalau situasi sudah tenang beberapa waktu kemudian, kelima anggota ini akan diaktifkan lagi," kata Lucius kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).

Lucius menyebutkan pemilihan diksi menonaktifkan 5 anggota DPR nampaknya lebih untuk menunjukkan respons cepat partai politik atas banyaknya tuntutan yang muncul dari publik. Menurut dia, diksi nonaktif tak ditemukan dalam UU MD3 sebagai dasar melakukan pergantian antara waktu (PAW) anggota DPR.

"Karena itu bisa dikatakan penonaktifan 5 anggota itu bermakna bahwa kelimanya hanya tak perlu beraktivitas dalam kegiatan-kegiatan DPR untuk sementara waktu tanpa mencabut hak-hak anggota sebagaimana yang lain," ucap Lucius.

"Anggota-anggota nonaktif ini akan tetap mendapatkan hak-hak sebagai anggota walau tak perlu bekerja," tambahnya.

Dia mengatakan nonaktif dari jabatan adalah istilah untuk meliburkan anggota DPR dari kegiatan pokoknya dengan tetap mendapatkan jatah anggaran dari DPR. Atas hal itu, Lucius tak melihat ada sanksi dari partai kepada anggotanya yang dituntut publik untuk bertanggung jawab atas perkataan dan perbuatannya.

"Dengan demikian, fraksi atau partai tak mengakui bahwa apa yang dituntut publik terhadap anggota-anggota itu sesuatu yang salah menurut partai atau fraksi. Putusan menonaktifkan adalah pernyataan pembelaan parpol atas kader mereka dengan sedikit upaya untuk menyenangkan publik sesaat saja," ujarnya.

Lucius mengatakan, jika partai mengakui kesalahan kadernya yang membuat publik marah, seharusnya mengambil langkah pemberhentian. Menurutnya, dengan pemberhentian, maka partai memaknai penolakan publik sebagai penarikan mandat atas kader yang dianggap tidak bisa dipercaya lagi mewakili rakyat.

"Dengan pemberhentian, maka akan ada proses PAW, sekaligus memastikan kelima orang itu tidak punya tanggung jawab secara moral dan politis untuk menjadi wakil rakyat," tegasnya.

Lihat juga Video 'Kata Bahlil soal Anggota DPR Nonaktif Masih Terima Gaji':
Halaman 2 dari 2
(eva/wnv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads