Restorative Justice dalam Pandangan Jaksa, Wujud Humanisme Penegakan Hukum

Restorative Justice dalam Pandangan Jaksa, Wujud Humanisme Penegakan Hukum

Risma Elsa - detikNews
Rabu, 03 Sep 2025 08:30 WIB
Jejak Jaksa
Foto: Istimewa
Jakarta -

Upaya menghadirkan keadilan yang lebih humanis lewat restorative justice terus digelorakan di berbagai daerah. Salah satu inisiatif lahir dari Herlinda, Kasi Pidum Kejari Hulu Sungai Tengah, yang sejak 2022 mendirikan rumah restorative justice di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Ia menjelaskan bahwa pendirian rumah restorative justice tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa karena wilayah yang dijangkau melintasi batas kabupaten hingga perbatasan Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Selatan.

"Awalnya saya memang harus izin dulu untuk melaksanakan pendirian rumah restorative justice ini karena apa? Karena itu akan melampaui beberapa kabupaten terus ada yang perbatasan juga jadi ada perbatasan kita di sini antara Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Selatan. Jadi saya harus izin dulu dengan pimpinan, pimpinan memberi respons positif maka saya datang dulu awalnya ke beberapa desa yang lumayan jauh-jauh dulu yang saya rangkul. Akhirnya saya dapat di delapan desa untuk dilakukan awal peresmian rumah restorative justice," ujar Herlinda dalam Program Jejak Jaksa, Kamis (21/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerja keras itu telah berbuah manis, sebanyak 167 rumah restorative justice berdiri di Hulu Sungai Tengah dan menjadi wadah penyelesaian perkara dengan pendekatan musyawarah yang disambut dengan respons positif.

ADVERTISEMENT

"Selanjutnya, ketika saya merasa sudah berhasil dan alhamdulillah semua kepala desa responsnya positif. Selain itu saya juga lapor juga ke kecamatan dan Pak Camat juga luar biasa sampai ke Pak Bupati mendukung bahwa ini bagus ini adanya rumah restorative justice. Akhirnya saya masih berkeliling lagi akhirnya dapat di 167 rumah restorative justice yang ada di Hulu Sungai Tengah ini," tambahnya.

Sepanjang tahun 2022 hingga 2023, Herlinda bersama jajaran Kejari Hulu Sungai Tengah berhasil melakukan Restorative Justice sebanyak 16 kasus. Tahun ini, sudah 6 kasus diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Atas prestasinya, Kejari Hulu Sungai Tengah mendapatkan predikat terbaik pertama dan kedua penanganan Restorative Justice Bidang Tindak Pidana Umum Tahun 2022 dan 2023, diberikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.

Adapun Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi, menilai penerapan restorative justice tidak hanya diukur dari jumlah perkara yang diselesaikan, tetapi juga dari kualitas proses yang dijalankan. Menurutnya, aspek kemanusiaan yang menyentuh korban menjadi nilai penting karena mampu menghadirkan penegakan hukum yang lebih humanis.

"Restorative justice ini kan mengembalikan keadilan kepada korban nah ini yang kemudian kita lihat, ada sisi-sisi kemanusiaan yang bukan hanya dari sisi jumlah-sisi jumlah kita hitung tapi sisi lain adalah soal sisi kemanusiaan yang begitu menyentuh dan kemudian memberikan efek luar biasa bagi penegakan hukum yang humanis itu sendiri yang kemudian kita nilai," ungkap Pujiyono.

Direktur MAKI, Boyamin Saiman, turut memberikan apresiasi terhadap langkah jaksa yang kreatif menghadirkan restorative justice. Menurutnya, penghargaan terhadap inovasi ini sangat penting untuk membangun citra positif aparat penegak hukum.

"Kita ingin memberikan edukasi pada masyarakat bahwa yang namanya keadilan itu tidak harus melalui vonis, bahkan ini kita karena di luar negara-negara maju restorasi justice itu justru malah ditekankan itu, seperti di Australia malah justru lebih mendatangkan keadilan," ujar Boyamin.

Ia menekankan bahwa penerapan restorative justice selaras dengan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan harmoni, kebersamaan, serta keadilan sosial. Menurutnya, jaksa tidak seharusnya dipandang menakutkan, melainkan sebagai pengayom masyarakat.

"Karena ini kita negara Pancasila yang harmoni, yang kebersamaan, yang bersatuan gitu, dan keadilan sosial itu justru kita tekankan di situ bahwa jaksa itu bukan sesuatu yang menakutkan loh," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penghargaan terhadap restorative justice penting sebagai bentuk apresiasi atas inisiatif yang membawa manfaat bagi masyarakat. Tidak hanya dalam penyelesaian perkara, tetapi juga dalam pemberdayaan sosial dan budaya.

"Oh ternyata ada award untuk memberikan penghargaan pada restorative justice itu gitu, dan itu yang kita gali juga. Berikutnya adalah inspirasi pemberdayaan masyarakat, itu bukan berarti mereka bisa memberdayakan masyarakat, bisa berdagang misalnya, oke itu salah satu kategori juga, itu kita apresiasi juga. Nah misalnya kemarin yang justru memberdayakan masyarakat dari sisi budaya, jadi ini kita banyak gali lah itu," pungkasnya.

detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.

Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.

Tonton juga video "Saran Mahfud Md soal Kasus Mahasiswi ITB: Restorative Justice Saja" di sini:

(akn/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads