Disebut KPK Mengalir ke Lisa Mariana, Apa Itu Dana Non-Budgeter?

Kanya Anindita Mutiarasari - detikNews
Sabtu, 23 Agu 2025 13:03 WIB
Ilustrasi uang (Foto: Getty Images/iStockphoto/Yoyochow23)
Jakarta -

Lisa Mariana diperiksa KPK terkait kasus korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). KPK mengatakan keterangan Lisa dibutuhkan untuk menelusuri aliran dana non-budgeter di kasus BJB.

"Ini kan kita ketahui bersama, sebagian anggaran digunakan dalam dana non-budgeter ya di BJB. Yang kemudian penyidik terus menelusuri apa sih penggunaan dari dana non-budgeter tersebut, untuk apa, untuk siapa," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).

"Keterangan ataupun informasi yang nanti disampaikan oleh saudari LM dalam pemeriksaan dengan penyidik tentu sangat dibutuhkan," ujarnya.

Diketahui sebelumnya, Kasus BJB ini terjadi pada saat Ridwan Kamil menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. KPK juga sempat menggeledah rumah RK.

Dari penggeledahan itu, KPK turut menyita motor gede (moge) hingga satu unit mobil. Penyitaan itu dilakukan KPK dari RK diduga terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB.

"Untuk kendaraan selain Royal Enfield yang disita dari Saudara RK, itu informasi yang kami dapatkan ada satu unit kendaraan roda empat," ungkap jubir KPK, saat itu Tessa Mahardika, dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (25/4).

Lantas, apa itu dana non-budgeter? Berikut informasinya.

Pengertian Dana Non-Budgeter

Mengutip dari situs University of California, Irvine, dana yang diterima dalam bentuk kontrak dan hibah federal, hibah dan hibah swasta, perjanjian khusus dengan lembaga negara bagian dan daerah, serta sumber pendapatan kecil tertentu lainnya dianggap sebagai dana non-anggaran atau dana non-budgeted (atau ekstramural). Dana-dana ini dianggap sebagai dana non-anggaran terutama karena disediakan untuk jangka waktu terbatas dan untuk tujuan tertentu.

Adapun menurut artikel Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang berjudul "Dana Non-Budgeter" oleh I Gede Yudi Henrayana, dana non-budgeter-secara harfiah-adalah dana yang tidak ada dalam anggaran (budget) pemerintah. Sebagian menyebut dana non-budgeter dengan "dana taktis", "dana yang sudah dipertanggungjawabkan", "dana operasional lainnya", atau "dana tak bertuan".

Namun, banyak juga yang mengartikan dana non-budgeter sebagai dana publik di luar neraca karena tidak tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, dana non-budgeter ini sangat rentan disalahgunakan (abused).

Potensi penyalahgunaan yang besar disebabkan oleh tidak adanya transparansi penggunaannya dan juga tidak adanya keharusan dipertanggungjawabkan kepada publik.

Secara prinsip, dana non-budgeter adalah dana-dana yang sengaja dikumpulkan secara ilegal oleh instansi atau unit instansi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendesak atau kebutuhan lainnya di luar dana legal yang dialokasikan APBN. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut bahwa dana non-budgeter ini jumlahnya bisa mencapai empat sampai 10 triliun rupiah di instansi-instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

Padahal, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah secara tegas melarang seluruh pejabat dan aparatur negara mengelola dan memiliki dana non-budgeter. Semua anggaran (pendapatan, pengeluaran, penerimaan dan pembiayaan) harus tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Daerah) yang harus dipertanggungjawabkan kepada parlemen pada akhir tahun anggaran.

Kegunaan Dana Non-Budgeter

Masih mengutip dari artikel Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang berjudul "Dana Non-Budgeter" oleh I Gede Yudi Henrayana, setidaknya uang-uang yang termasuk dana non-budgeter diorganisir untuk dapat digunakan sebagai:

  • Uang/barang dalam rangka jamuan kepada tamu khusus maupun kepada pejabat yang berkunjung di luar anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA);
  • Dana bantuan/tambahan untuk kegiatan-kegiatan perayaan hari besar keagamaan dan hari besar nasional tertentu;
  • Uang/barang dalam rangka pemenuhan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pegawai dan pejabat;
  • Upeti/hadiah/gratifikasi kepada pejabat di satuan kerja (satker) bersangkutan maupun di satker lain di akhir tahun anggaran;
  • Upeti/hadiah/gratifikasi kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal ada kaitannya dengan kepentingan satker maupun kepentingan kementerian;
  • Upeti/hadiah/gratifikasi kepada partai politik (parpol) maupun oknum tertentu dalam rangka pemilu, Pilpres, Pilkada, dan lain-lain;
  • Gratifikasi atau pemberian hadiah kepada pegawai/pejabat/ institusi dangan kepentingan tertentu;
  • Dana talangan kegiatan-kegiatan yang anggarannya belum turun;
  • Dana tambahan untuk konsumsi rapat formal/informal, sumbangan bagi pegawai yang sakit keras, tambahan uang duka bagi pegawai atau keluarga pegawai yang meninggal dunia;
  • Sumbangan untuk kegiatan sosial lainnya (bantuan rumah ibadah, yayasan, pendidikan, LSM, dan lain-lain yang tidak dianggarkan dalam DIPA).

Simak juga Video: Momen Lisa Mariana Tiba di KPK, Diperiksa Kasus Korupsi BJB




(kny/dhn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork