Yang Menjerit Jika Omprengan Off

Pelat Hitam vs Pelat Kuning

Yang Menjerit Jika Omprengan Off

- detikNews
Jumat, 20 Jul 2007 08:02 WIB
Jakarta - Semua tahu kendaraan pelat hitam yang digunakan mengangkut penumpang alias omprengan melanggar UU. Tapi bagaimana jika pasar membutuhkannya? Kapolda Metro Jaya Irjen Adang Firman berjanji menindak omprengan yang membuat dapur sopir angkot pelat kuning sedikit kacau setelah didemo ribuan sopir angkot, Kamis (19/7/2007). Penindakan paling secara serentak dilakukan setelah pilkada Agustus nanti.Meski demikian, polisi sejatinya telah berusaha melakukan penertiban. Sebanyak 5.200 omprengan masuk catatan tilang polisi. Tapi itu tak membuat omprengan keder. Bisnis omprengan tetap menjanjikan. Ini adalah pasar yang gemuk.Berikut jeritan pelanggan omprengan jika "angkutan liar" yang aman, nyaman, cepat, bebas ngetem, adem dan full music ini dipaksa tiarap:MeindartiSaya termasuk yang nggak setuju omprengan dihapus. Rumah saya di Cibubur, Jakarta Timur, bekerja di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Kalau naik umum, bisa makan waktu 2 jam. Tapi dengan omprengan bisa dipangkas jadi 1 jam perjalanan karena lewat tol kan. Memang lebih mahal ongkosnya. Kalau dapet duduk di bangku tengah (isi 3 orang), biayanya Rp 10.000. Nah kalau duduk di bagian belakang (duduk berhadapan), biayanya Rp 8.000. Tapi kalau inget waktu yang bisa dipangkas, saya rela deh bayar segitu.Sebagai seorang istri dan ibu, banyak yang harus dikerjakan setelah pulang kerja. Termasuk bermain sama anak (lagi lucu-lucunya, 1,5 tahun). Dengan adanya omprengan saya bisa cepat ketemu anak, dan masih sempet ngajak dia jalan-jalan sore. Saya pulang jam 4 sore dari kantor, sampai rumah jam 5 sore.Kalau pulang naik angkutan umum, pasti saya pulang lewat Maghrib. Boro-boro ngajak anak main dan jalan-jalan. Saya juga pasti sudah kecapekan kena macet di jalan.Raflis:Mohon jangan dilarang deh omprengan, karena angkutan tsb sangat membantu masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat kita sangat butuh angkutan umum yang Aman, Bersih, Nyaman, Murah, Lancar, Cepat, sementara pemerintah kita belum menyediakan fasilitas tsb. Lihat saja angkutan umum mulai dari kereta api, PPD, Mayasari, Bus tanggung, angkutan Elf, Mikrolet, bajaj, berapa persen yang bisa memenuhi Keamanan, Kebersihan, Kenyamanan, Murah, Lancar, Cepat? Kalau saja pemerintah kita sanggup menyediakannya tentu masyarakat akan menggunakannya, dan mobil pribadi pun tidak akan semakin bertambah, sehingga Jakarta tidak semakin macet. Kalau naik ankuan umum sekarang kita disusun seperti ikan sarden, ikan pepes dan ikan panggang karena panas dan sumpeknya nggak ketolongan, copet, pengamen, pemalak, silih berganti naik. UlinSaya baru baca di detikcom berita tentang penghapusan omprengan, jujur saja... bayangan yang pertama kali melintas adalah saya harus berdiri di bus dari Bekasi ke Komdak...hiks...macetnya itu loh...rata-rata 1,5 sampai 2 jam perjalanan, bisa pingsan kalau berdiri tiap hari.Saya langganan tetap omprengan yang ngetem di tol Bekasi Brat ke arah Dukuh Atas dengan tarif Rp 7.000. Memang lebih mahal dari tarif bus (Rp. 5.500), tapi tidak perlu nyambung Kopaja lagi (yang tentunya banyak copet). Selain nyaman dan nggak bakalan berdiri, omprengan juga aman dari copet, berhenti kendaraan dengan normal (menunggu kita turun, coba kalau naik bus/Kopaja, kaki belum sampai tapi dia sudah jalan lagi). Kalau harus naik bus, tidak ada bus dari tol Bekasi Barat yang ke arah Dkuh Atas. Kalau pun ada itu dari tol Bekasi Timur (tambah jauh lagi dari rumah, rumah saya di daerah Bekasi Uara). Tolong omprengan jangan dihapuskan, karena memang saya butuh banget, selain aman dan nyaman, juga sangat menghemat waktu dan uang.MarianoOmprengan sebaiknya jangan dihapuslah. Biar gimanapun juga omprengan sudah membantu masyarakat komuter untuk bekerja. Angkot boleh aja teriak-teriak penumpangnya diambil omprengan. Tapi ya siapa suruh kalau ngetem lama banget. Sudah gitu nggak jarang angkot penuh dengan copet. Kadang-kadang awak angkutan juga kerjaama dengan penjahatnya.Kalau naik omprengan kan orangnya itu-itu saja, jadi sudah saling kenal. Belum lagi yang punya nggak jarang orang kantoran juga, so keamanan penumpang lebih terjaga.NevinGila! Kalau omprengan dihapuskan gue pingin demo! Soalnya yang bener aja kalau dari Bekasi gue harus nungguin angkutan umum yang belum pasti dapet tempat duduk (kalau naik bus). Terus kalau naik Mikrolet macetnya nggak ketulungan di Kalimalang, belum lagi harus ganti beberapa kali.Gini aja deh, angkutan umum biasa bisa nggak ngaca dulu baru demo? Apa mereka sudah kasi kenyamanan pada pelanggan? Apa mereka sudah kasih ketepatan waktu? Apa mereka sudah kasih kenyamanan? Apa ongkos mereka juga sesuai?Lagian misalnya dari Jakasampurna ke Kuningan harus 3 kali ganti angkutan umum kalau misalnya kantor saya di Setiabudi. Pertama naik M26 (kira-kira Rp 3.500 bayarnya) terus dilanjutkan dengan Mikrolet 44 (Rp 2.500 bayarnya) lalu naik Kopaja 66 (Rp 2.000 bayarnya) totalnya saja sudah lebih mahal, Rp 8.000 perak. Padahal sudah ganti 3 kali, belum copetnya, macetnya, panasnya.Sementara 8 di antara 10 omprengan pakai AC. Bayarnya cuma Rp 7.500 kalo AC, sudah lewat tol dalam kota tuh. Nah misalnya itu semua sudah bisa dikasih sama angkutan umum, baru wajar mereka mencak-mencak. Omprengan adalah gejolak dari kebobrokan mass transportation di Jakarta. Gue dukung revolusi omprenganIDedenOmprengan mungkin bagi sebagian orang menguntungkan, terutama untuk rute jauh seperti yang kadang saya naiki dari Bekasi, tepatnya Pekayon ke Tanjung Priok. Di sana juga ada trayek lain Pekayon ke Blok M. Namun yang merugikan dan bermasalah itu rute omprengan yang bersinggungan dengan rute angkot seperti di daerah Cakung. Di sana ada omprengan untuk angkutan karyawan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) salah satunya dari Cakung ke KBN. Harga yang sama dengan angkot membuat para karyawan memilih omprengan yang ngetemnya tidak lama. Dan yang membuat sopir angkot kesal, mereka juga mengangkut karyawan ke rute yang searah seperti ke tempat saya bekerja yang bersebelahan dengan KBN. Dan karena kesalnya pernah terjadi keributan karena supir angkot mogok masal di depan KBN dan akhirnya dibubarkan paksa oleh preman-preman yang mendukung omprengan KBN. IchsanSaya mungkin satu dari sekian ribu pengguna jasa omprengan. Saya tinggal di daerah Jatiasih Bekasi dan bekerja di kantor di daerah Hayam Wuruk Jakarta Pusat. Dulu saya menggunakan mobil pribadi untuk menuju ke kantor. Setiap hari menghabiskan uang untuk bensin rata-rata sekitar Rp 50.000 ditambah biaya tol Rp 19.000 ditambah biaya parkir rata-rata Rp. 15.000 perhari total Rp 74.000 perhari belum termasuk biaya maintenance mobil. Selain mahal dan macet akhirnya saya beralih ke omprengan sehari pulang pergi cuman habis Rp 20.000. Jadi dari segi biaya jelas jauh sekali dibandingkan bawa mobil sendiri. Kalau naik angkot, wah harus gonta-ganti angkutan sampai 5 kali.Ongkos jelas lebih mahal.Datang ke kantor bisa 3 atau 4 jam deh. Sudah gitu jelas nggak nyaman dan nggak aman. Jadi kalau omprengan dihapus begitu saja jelas saya nggak setuju. Di satu sisi memang omprengan melanggar UU Lalu Lintas, tapi kalau dibandingkan manfaatnya bagi masyarakat jelas manfaatnya sangat besar.PrihartonoSehari-hari saya dan istri naik omprengan dari Karet, Desa Harjamukti, Cimanggis, Depok. Berhubung rumah saya di desa Sukatani persisnya di Perumahan Sukatani Permai. Jurusan yang saya ambil adalah omprengan ke arah Pancoran karena lokasi kerja saya di daerah Cawang. Jadi kalo sehari-hari naik ojek dari perumahan (Rp 4.000) terus naik omprengan (Rp 7.000) ngambung angkot sekali lewat Jl Dewi Sartika (Rp 2.000). Berbeda dengan istri saya yg bekerja di daerah S.Parman, naik ojek dari rumah, kemudian naik omprengan ke arah Komdak (Rp 8.000) dan dilanjutkan naik bus umum (Rp 2.000). Selain menghemat waktu buat kami juga murah, tapi tetep waktu tempuh yang jadi acuan, karena brangkat dari rumah jam 6 pagi sampai kantor jam 07.30 - 07.45 untuk istri saya. Bayangkan jika harus naik angkot yang suka ngetem, segi keamanan juga. Kalau omprengan dihapus, wah bisa bangun lebih pagi lagi dan was-was di jalan karena angkutan kita masih belum nyaman dan tidak aman, apalagi kalau di bus ada "peminta-peminta" yang ngakunya baru keluar dari penjara. Jadi singkatnya selama sistem angkutan dari daerah pinggiran tidak nyaman dan aman buat komuter pasti akan ada mobil pribadi yang menawarkan untuk berangkat ke arah yang sama minimal karena pasti kami-kami mencari angkutan yang nyaman dan aman tidak sekadar murah, tapi waktu tempuh yang singkat dan bisa tidur tanpa harus ada perasaan waswas. (nrl/anw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads