Pasangan suami istri (pasutri) MR (37) dan NAT (34), yang tewas di atas tumpukan pecahan batu di Pemalang, ternyata dibunuh oleh Iskandar (63). Tersangka menjalankan modus pengganda uang. Sekitar 20 tahun lalu, pelaku juga membunuh sembilan orang.
Pelaku awalnya menjanjikan korban melunasi utang-utangnya sebesar Rp 150 juta. Kemudian pelaku mengajak korban melakukan ritual untuk bisa menggandakan uangnya.
Untuk menggandakan uang, korban sudah mengeluarkan uang Rp 2,5 juta dan diserahkan kepada pelaku. Namun ternyata janji Iskandar tidak terwujud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa kali ritual dan yang keluar biaya korban. Tapi uang tidak kembali," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio, saat konferensi pers, dilansir detikJateng, Rabu (20/8/2025).
Karena terus-terusan ditagih oleh korban, pelaku akhirnya beralasan melakukan ritual terakhir. Korban diminta ritual meminum cairan yang ia berikan di tempat sepi saat tengah malam.
"Pelaku menyampaikan kepada korban, ada ritual terakhir, pelaku dan korban ketemu di wilayah Tegal, di sebuah warung nasi goreng di depan rumah sakit. Dia memberikan bungkusan kopi untuk diminum korban di tempat sepi tanpa keramaian, diminum harus tengah malam antara jam 01.00 WIB sampai sebelum Subuh," jelas Dwi.
"Korban setelah terima bingkisan berupa minuman kopi itu keluar dan menuju TKP pemecahan batu. Di situ korban minum kopi tersebut, yang ternyata dicampur racun jenis potas," imbuhnya.
Setelah korban ditemukan, Satreskrim Polres Pemalang melakukan penelusuran dan menemukan pelaku.
Dwi menjelaskan pelaku membeli Rp 20 ribu potas atau sekitar hampir 1 kg untuk meracun korban.
"Beli apotas Rp 20 ribu. Kemudian itu yang dimasukkan ke kopi. Hasil penyidikan dari Tersangka, sisa tinggal sedikit," ujarnya.
Residivis Pembunuhan Massal di Tegal
Polisi mengungkap Iskandar ternyata pernah melakukan aksi serupa di Tegal. Bahkan, dalam aksi sebelumnya, pada 2004, jumlah korbannya lebih banyak.
"Status tersangka residivis. Yang bersangkutan melakukan kegiatan yang sama dengan jumlah korban banyak di Tegal pada 2004. Tersangka dihukum 20 tahun, kemudian korban sekitar sembilan orang. Ini terjadi lagi (korbannya) dua orang," kata Kombes Dwi.
Iskandar dipenjara di Nusakambangan. Dia menjalani hukuman 15 tahun dan bebas pada 2019. Dia lalu kembali ke desanya dan ternyata masih membuka praktik serupa.
"Tetangga di sekitar rumahnya sudah tidak respect sama dia. Kata tetangga, ternyata dia masih buka praktik," tambah Kasat Reskrim Polres Pemalang, AKP Johan Widodo.
"Yang 2004 korban sembilan itu meninggal semua," imbuhnya.
Baca selengkapnya di sini.
Lihat juga Video: Terkuak! Siswa MTs Pacitan Tewas Diracuni Tetangga Pakai Kopi Sianida