Puan: Mari Kita Bangun Demokrasi yang Hidupkan Harapan Rakyat

Puan: Mari Kita Bangun Demokrasi yang Hidupkan Harapan Rakyat

Diffa Rezy - detikNews
Rabu, 20 Agu 2025 14:47 WIB
Puan Maharani di sidang tahunan bersama MPR-DPR-DPD (dok. YouTube Sekretariat Presiden)
Foto: Puan Maharani di sidang tahunan bersama MPR-DPR-DPD (dok. YouTube Sekretariat Presiden)
Jakarta -

Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan pentingnya menyikapi kritik masyarakat secara bijaksana. Menurutnya, kritik adalah bagian dari aspirasi rakyat dalam sistem demokrasi.

"Marilah kita bangun demokrasi yang menghidupkan harapan rakyat. Demokrasi yang tidak berhenti di bilik suara, tetapi terus tumbuh di ruang-ruang dialog, di dapur rakyat, di balai desa, hingga di gedung parlemen agar setiap keputusan lahir dari kesadaran bersama, bukan hanya kesepakatan segelintir elite," ujar Puan dalam keterangan tertulis, Rabu (20/8/2025).

Hal ini ia sampaikan di hadapan Presiden Prabowo Subianto beserta jajarannya saat Pidato di Sidang Bersama DPR-DPD RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (15/8).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menegaskan demokrasi harus memberi ruang seluas-luasnya bagi rakyat untuk bersuara. Rakyat harus memiliki ruang yang luas untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik.

"Kini, kritik rakyat hadir dalam berbagai bentuk yang kreatif dan memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya media sosial, sebagai corong suara publik," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Puan menyebut ekspresi rakyat seperti ungkapan 'kabur aja dulu', sindiran 'Indonesia Gelap', lelucon politik 'negara Konoha', hingga simbol pop culture seperti 'bendera One Piece' merupakan cara generasi muda dalam menyampaikan kegelisahan.

"Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti 'kabur aja dulu', sindiran tajam 'Indonesia Gelap', lelucon politik 'negara Konoha', hingga simbol-simbol baru seperti 'bendera One Piece', dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital," urai Puan.

"Fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri," imbuh perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Ia menekankan kritik tidak boleh dianggap ancaman. Justru, katanya, kritik masyarakat harus menjadi bahan perbaikan.

"Kita semua berharap apa pun bentuk dan isi kritik yang disampaikan rakyat tidak boleh menjadi bara yang membakar persaudaraan. Kritik tidak boleh menjadi api yang memecah belah bangsa. Sebaliknya, kritik harus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita bersama," jelasnya.

"Bagi para pemegang kekuasaan, semua suara rakyat yang kita dengar bukanlah sekadar kata atau gambar. Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan," sambungnya.

"Gunakanlah ruang kritik itu sebagai sarana untuk menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut tanggung jawab, dan mendorong kemajuan bagi seluruh anak bangsa," lanjutnya.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik dari The London School of Public Relations (LSPR), Ari Junaedi mengapresiasi sikap Puan. Menurutnya, pernyataan Puan mencerminkan pemahaman terhadap cara masyarakat-khususnya anak muda dalam menyampaikan keresahan sosial.

"Apa yang disuarakan legislatif, dalam hal ini oleh Ketua DPR Puan Maharani agar Pemerintah memahami ekspresi anak muda dalam menyampaikan protes begitu mengena," kata Ari.

Ia menilai, bentuk ekspresi publik seperti mural, simbol pop culture dan meme politik sering ditanggapi secara berlebihan oleh aparat.

"Istilah 'negara Konoha', 'Kabur Aja Dulu', dan 'Indonesia Gelap' yang dipahami dengan baik oleh Puan harusnya bisa disikapi aparat tanpa kekerasan," tambahnya.

Ari juga mengkritik pendekatan represif pemerintah terhadap ekspresi masyarakat.

"Jika Pemerintah masih mengedepankan langkah represif, artinya pemerintah gagal menangkap keresahan yang tumbuh di kalangan muda tetapi berhasil dimengerti hanya oleh wakil rakyat," ujarnya.

Lebih lanjut, Ari menilai insiden unjuk rasa di Pati, Jawa Tengah, sebagai contoh nyata dari keresahan masyarakat yang terkadang hanya bisa ditangkap oleh anggota legislatif. Ia juga menyarankan pemerintah untuk lebih banyak mendengar.

"Dengan pernyataan Ketua DPR sebagai representasi penyambung aspirasi rakyat tersebut, sebaiknya Pemerintah mulai mengubah paradigma terhadap aksi-aksi protes yang dilancarkan publik terutama kalangan muda," terang Ari.

"Pemerintah harusnya mau mendengar kenyataan yang terjadi di lapangan, kalau kemiskinan dan pengangguran sekarang ini semakin membludak dan berbeda dengan angka-angka yang 'menyenangkan' dari BPS," sambungnya.

Meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan angka kemiskinan dan pengangguran pada Maret 2025, Ari menyebut realitas di lapangan berbeda.

"Jika berbagai institusi seperti Indef, LPM UI, Celios serta pengamat meragukan angka-angka optimistik Prabowo seperti penurunan angka kemiskinan, pembukaan lapangan kerja baru serta pertumbuhan ekonomi yang jauh berbeda dengan kenyataan di lapangan dan parameter yang mendukung, tidak pelak masih ada 'rapor merah' dari pemerintahan sekarang," papar Ari.

"Dan kebebasan berpendapat, adalah point terendah dari raport merah Prabowo-Gibran," tambahnya.

Sebagai penutup, Ari berharap bahwa pidato Puan bisa menjadi bahan evaluasi agar pemerintah tidak menutup mata terhadap aspirasi rakyat. Ia juga menyebut pernyataan Puan sebagai klimaks dari Sidang Tahunan MPR, terutama di tengah kekecewaan publik terhadap persoalan sosial-ekonomi.

"Semoga Pemerintah selalu terbuka pandangannya. Semua suara rakyat yang kita dengar bukanlah sekedar kata atau gambar. Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan," tutur Ari.

"Dan beruntungnya, selarik kalimat penggugah dari Ketua DPR itu bisa menjadi klimaks dari perhelatan Sidang Tahunan MPR jelang peringatan Proklamasi di tengah kekecewaan publik, di saat masih banyak rakyat yang susah karena kehilangan pekerjaan atau kesulitan mencari pekerjaan sekarang ini," pungkasnya.

Simak juga Video 'Puan Bantah DPR Naik Gaji: Rumah Jabatan Diganti Kompensasi Uang Saja':

(akd/akd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads