Omprengan: Dibenci Sopir Angkot, Dicinta Komuter
Kamis, 19 Jul 2007 12:43 WIB
Jakarta - Namanya omprengan. Ini adalah istilah untuk kendaraan roda empat berpelat hitam yang digunakan untuk mengangkut penumpang seperti angkutan umum biasa. Sopir angkutan berpelat kuning, lawan mereka, menyebut omprengan sebagai "angkutan liar".Kendaraan omprengan hingga kini masih beroperasi dengan bebas dari daerah pinggiran ke pusat Jakarta pada arah sebaliknya pada jam pulang kerja. Para komuter yang tinggal di pinggiran dan mengais rezeki di Jakarta adalah pelanggan utama mereka. Fans omprengan bejibun."Banyak yang pakai omprengan karena bisa menghemat waktu," ujar konsumen setia omprengan, Metya, kepada detikcom, Kamis (19/7/2007).Tiap hari, Metya menumpang omprengan dari Jakasampurna, Bekasi, menuju Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat.Omprengan, menurut Metya, bisa menghemat waktu lantaran hanya ngetem sekali saja. Begitu penuh, omprengan itu melaju mulus lewat jalan tol hingga menuju tempatnya bekerja."Ngak pakai berhenti-berhenti seperti angkot," ujarnya.Jika naik angkot biasa, Metya harus menemui banyak simpul kemacetan seperti di Kalimalang, daerah langganan macet."Sampai terminal Kampung Melayu bisa 1,5 jam sampai 2 jam kalau naik angkutan umum," ujar lajang ini.Bila menggunakan omprengan, waktunya bisa dipersingkat maksimal 1,5 jam. "Kalaupun tetap 2 jam karena macet di tol, kan omprengannya berhenti sampai depan tempat kerja. Nggak oper-oper lagi," tuturnya.Kendati mengeluarkan ongkos lebih mahal, tidak menjadi masalah untuk Metya. Uang yang dikeluarkannya sepadan dengan pelayanan yang diperoleh."Mobilnya bagus, seperti kijang Innova, Panther atau MPV. Paling apes dapet Carry. Apalagi ditambah AC dan kadang-kadang musik," tambahnya.Manurut Metya, ongkos omprengan di tempatnya, mencapai Rp 7.500,00. Jumlah tersebut, lanjutnya, akan sama saja jatuhnya bila dia menggunakan angkot."Dari rumah ke tempat kerja 3 kali oper. Jatuhnya sama saja. Jadi ya mending pilih omprengan kalau mau ngejar waktu," imbuhnya.Hal tersebut membuat omprengan selalu dibutuhkan. Utamanya karyawan yang berkantor di daerah Sudirman, Thamrin, Kuningan maupun Blok M."Omprengan di tempatku cepat penuhnya. Jurusan yang dilayani seperti Kuningan, Sudirman, Thamrin, Blok M, hingga Grogol," tambahnya.Uniknya, tempat ngetem omprengan di Jakasampurna jadi satu dengan angkot resmi jurusan Kampung Melayu."Tapi mereka akur-akur aja tuh. Saya belum pernah lihat mereka berantem rebutan penumpang. Sudah ada pasarnya sendiri-sendiri sepertinya," tuturnya.Omprengan dari Jakasampurna terakhir beroperasi setelah pukul 08.00 pagi, selebihnya tinggal angkot yang beroperasi. Suka Oper-oper SeenaknyaAsti yang tempat tinggalnya juga di Bekasi Barat juga biasa menggunakan omprengan pada waktu pulang kerja."Biasanya naik omprengan dari Jalan Gatot Subroto, kan lebih cepet tuh lewat tol," ujar Asti yang tempat kerjanya di sekitar HR Rasuna Said, Kuningan, ini.Dengan ongkos sekitar Rp 7.500,00, Asti menilai hal itu sepadan dengan waktu tempuhnya yang lebih cepat."Kan nggak ngetem, langsung lewat tol. Kalau angkot terkadang suka dioper-oper," tuturnya.Anda juga biasa menumpang omprengan? Mengapa? Bagaimana jika omprengan dihapuskan? Ceritakan pada kami di redaksi@staff.detik.com.
(nwk/nrl)