Saksi Ungkap Ada 'Hukum Tak Tertulis' buat Penilai Aset di Sidang ASDP

Saksi Ungkap Ada 'Hukum Tak Tertulis' buat Penilai Aset di Sidang ASDP

Mulia Budi - detikNews
Kamis, 14 Agu 2025 15:51 WIB
Sidang pemeriksaan saksi kasus ASDP (Mulia/detikcom).
Sidang pemeriksaan saksi kasus PT ASDP (Mulia/detikcom)
Jakarta -

Penilai di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU, Kokoh Pribadi, mengungkap soal 'hukum tak tertulis' hingga perbedaan umur kapal dalam sidang kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (JN). Kokoh mengatakan para penilai secara tidak langsung diminta menyamakan dengan hasil penilaian yang diberikan lebih dulu oleh pemberi tugas atau pemilik aset.

Hal itu terungkap dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Kokoh yang dibacakan hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/8/2025). Kokoh dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.

"Poin (BAP nomor) 49 bagian 6, 'saya dan Muhammad Syarif (penilai KJPP MBPRU) memiliki pemahaman yang sama bahwa sudah menjadi semacam hukum tidak tertulis bagi para penilai bahwa ketika pemberi tugas atau pemilik aset memberikan hasil penilaian atau appraisal sebelumnya dari obyek penilaian yang akan dinilai, maka itu merupakan permintaan secara tidak langsung kepada penilai bersangkutan agar menyamakan atau minimal mendekat hasil appraisal yang telah diserahkan oleh pemberi tugas atau pemilik aset tersebut'?" tanya ketua majelis hakim Sunoto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Benar Yang Mulia," jawab Kokoh.

ADVERTISEMENT

Kokoh merupakan koordinator penilai untuk pekerjaan due diligence akuisisi PT JN. BAP Kokoh menerangkan permintaan hasil penilaian kapal PT JN senilai Rp 2,2 triliun.

"BAP 50, 'Saudara Muhammad Syarif menyampaikan dari wong JN kalau biso didekatkan Koh, mudah-mudahan bae, mem jauh pacak urung akuisisi ini, yang artinya saudara Muhammad Syarif meminta saya selaku koordinator penilai untuk pekerjaan due diligence akuisisi PT JN saat itu untuk mendapatkan hasil appraisal saya atas 53 kapal PT JN, dengan hasil appraisal 30 kapal PT JN senilai Rp 2,2 triliun'. Itu kesimpulan dari poin 50? Bagaimana?" tanya hakim.

"Benar Yang Mulia, chat saya dengan Pak Syarif," jawab Kokoh.

Hakim kemudian mengonfirmasi BAP Kokoh terkait rincian perbedaan usia kapal antara data di International Maritime Organization (IMO) dengan data di laporan pelelangan aset PT ASDP. Kokoh mengaku baru mengetahui terkait perbedaan usia kapal itu saat diperiksa penyidik KPK.

"Sekarang BAP nomor 40, 'bahwa saya baru mengetahui rincian perbedaan tahun pembangunan kapal antara di data IMO dengan data di laporan pelelangan aset PT ASDP,' nah itu di tabel, 'IMO 1964 FS tahun BKI 1985 selisih 21 tahun'?" tanya hakim.

"Izin Yang Mulia, menjelaskan terkait pernyataan itu saya baru tahu bahwa ada perbedaan antara umur kapal, antara IMO yang disebutkan pada waktu kami di BAP dengan umur kapal yang terdapat di kurs akta, di mana kurs akta merupakan dasar kami untuk menentukan umur kapal dalam penilaian ini Yang Mulia," jawab Kokoh.

"Jadi tahunya kapan itu?" tanya hakim.

"Saya tahu pada waktu di BAP Yang Mulia," jawab Kokoh.

Hakim juga mengonfirmasi kebenaran BAP Kokoh terkait sejumlah kapal PT JN yang jauh lebih tua dari umurnya. Keterangan itu tertuang dalam BAP Kokoh nomor 41.

"Saya sebutkan bahwa salah satu variabel dalam pendekatan pasar itu adalah umur kapal, pada saat umur kapal berubah, maka nilainya akan berubah. Jadi dalam hal ini, kasus antara JN dan ASDP pada saat umur kapal milik PT JN dari kurs akta di mana kurs akta itu dikeluarkan oleh lembaga negara Yang Mulia, Kemenhub, berubah menjadi pakai data IMO, dan jauh lebih tua, otomatis nilainya akan terkoreksi. Begitu Yang Mulia," kata Kokoh.

Sebelumnya, tiga mantan petinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) didakwa merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. Jaksa KPK mengatakan kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam.

Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7/2025). Para terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025," ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Ira dkk bersama Adjie selaku beneficial owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tonton juga video "Dirut ASDP: Pemudik yang Kembali ke Pulau Jawa Baru 30 Persen" di sini:

Halaman 2 dari 3
(mib/whn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads