Lonjakan penggunaan deepfake dan teknologi AI untuk melakukan penipuan kini bukan lagi sekadar prediksi masa depan, melainkan realita yang sedang berlangsung. Menurut data dari PT Indonesia Digital Identity (VIDA) dan Sumsub, Indonesia mengalami peningkatan kasus penipuan berbasis deepfake sebesar 1.550% hanya dalam kurun waktu 2022 hingga 2023.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mencatat kerugian akibat kejahatan finansial berbasis AI mencapai sekitar Rp 2,5 triliun sejak 2022 hingga awal 2024. Sebagian besar modus yang digunakan melibatkan manipulasi identitas, phishing, hingga simulasi digital yang menyerupai atasan atau
eksekutif perusahaan.
Kasus ini ramai dibicarakan karena jadi contoh nyata betapa berbahayanya jika kita terlalu percaya pada robot atau AI yang seolah-olah bertindak seperti manusia. Di balik kemajuan teknologi yang pesat dan banyak manfaatnya, terdapat risiko besar yang perlu diwaspadai. Para pelaku kejahatan siber pun terus mengikuti perkembangan ini, sehingga penting bagi kita, baik individu maupun perusahaan, untuk terus meningkatkan perlindungan dan investasi di bidang keamanan digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tantangan untuk membuktikan bahwa seseorang benar-benar manusia di dunia online saat ini masih bergantung pada proses verifikasi identitas, yang pada dasarnya berasal dari sistem era analog. Saat belanja online, misalnya, kita harus mengirimkan banyak data pribadi seperti nama, nomor dokumen, alamat, nomor telepon, email, dan informasi rekening bank.
Sistem tambahan seperti password dan CAPTCHA yang muncul di era digital pun kini tak lagi cukup ampuh untuk mencegah peretasan, kebocoran data, pemalsuan, dan penyalahgunaan informasi pribadi.
Proof of Human
![]() |
Dalam kondisi ini, penting untuk mengembangkan cara yang lebih aman dan bisa diandalkan untuk membuktikan bahwa kita benar-benar manusia, agar bisa membedakan apakah interaksi online berasal dari orang sungguhan atau bot. Saat ini, ada beberapa inisiatif yang sedang dikembangkan di berbagai negara, dengan tujuan menciptakan alat yang bisa memastikan bahwa kita sedang berinteraksi dengan manusia asli di dunia digital.
Salah satunya adalah World yang hadir di Indonesia baru-baru ini. Tujuannya adalah menciptakan jaringan manusia nyata dengan menghadirkan sistem Proof of Human (PoH) yang aman, agar internet bisa menjadi tempat yang lebih aman dan bisa dipercaya.
Ketika digunakan di media sosial, PoH ini dapat menjamin bahwa sebuah akun memang dimiliki oleh orang sungguhan sehingga bisa mencegah akun palsu. Dalam penjualan tiket konser atau pertandingan olahraga, ini bisa mencegah bot yang digunakan calo. Di aplikasi kencan, teknologi ini bisa memastikan mana pengguna yang benar-benar manusia.
Dalam game online, teknologi ini membantu membuat persaingan antara bot dan manusia jadi lebih jelas. Dalam belanja online, teknologi ini bisa mencegah penipuan dan aktivitas palsu oleh bot. Masih banyak lagi contoh penerapannya.
'Jaringan Manusia Nyata' untuk Pengalaman Internet yang Bisa Dipercaya
![]() |
World adalah protokol yang dirancang agar orang bisa dengan mudah membuktikan bahwa mereka adalah manusia sungguhan saat berinteraksi secara online.
Protokol ini dirancang untuk berkembang secara mandiri dan terdesentralisasi, seperti internet itu sendiri. Dalam jangka panjang, alat ini akan menjadi 'jaringan manusia nyata' yang bisa digunakan oleh individu dan perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan dan keamanan dalam aktivitas
digital.
Saat ini, jumlah orang yang telah diverifikasi sudah lebih dari 13 juta di seluruh dunia. Bagi mereka yang sudah terverifikasi, tersedia pilihan untuk secara sukarela mengklaim hibah token Worldcoin
(WLD) secara gratis.Token ini bisa digunakan dengan berbagai manfaat di dalam ekosistem aplikasi, seperti akses konten edukasi, membuat polling atau akses ke game online.
Lebih Bisa Dipercaya, Lebih Aman
Teknologi proof of human ini akan membantu mengatasi tiga tantangan utama di dunia digital:
β Meningkatkan kepercayaan di internet yang kini dipenuhi bot AI yang makin realistis. Meskipun AI bisa digunakan untuk hal-hal baik, sayangnya banyak juga yang menyalahgunakannya untuk menyebarkan informasi palsu.
β Mencegah penipuan dan kejahatan siber, yang kini semakin sering terjadi dan makin kompleks akibat penggunaan teknologi AI, seperti yang dilaporkan oleh penyedia solusi identitas digital VIDA yang menyebutkan bahwa terjadi lonjakan 1.550% kasus penipuan finansial berbasis AI sejak 2022.
β Membangun sistem proof-of-human anonim yang aman dan terdesentralisasi, sesuatu yang sudah mulai dipertimbangkan oleh banyak negara sebagai solusi untuk menangkal disinformasi dan ancaman terhadap keamanan nasional.
"Seiring dengan kompleksitas ancaman digital, penting bagi kita memiliki cara jitu untuk membedakan mana manusia sungguhan dan bot. Teknologi verifikasi manusia bisa jadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan di dunia digital, yaitu mencegah kejahatan, menjaga privasi, dan memastikan internet tetap ramah bagi penggunanya," ungkap Juru Bicara Tools For Humanity.
(prf/ega)