Membaca Lagi Dugaan Pangkal Masalah Kuota Haji hingga Yaqut Dicegah KPK

Membaca Lagi Dugaan Pangkal Masalah Kuota Haji hingga Yaqut Dicegah KPK

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 12 Agu 2025 12:43 WIB
Logo, ilustrasi, gedung Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK)
KPK RI (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 tengah diusut KPK. Nama Menteri Agama RI 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas muncul hingga dicegah KPK ke luar negeri.

Pangkal masalah dari kasus ini yakni pengalihan setengah dari tambahan 20 ribu kuota haji di era Yaqut. Dalam jumpa pers pada Sabtu 9 Agustus 2025 dini hari, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur mengungkit pembagian kuota haji tambahan 2024 sebanyak 20 ribu. Tambahan 20 ribu kuota haji didapat Presiden ke-7 RI Joko Widodo setelah bertemu dengan pemerintah Arab Saudi.

"Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek jarak tunggu atau memperpendek waktu tunggu haji reguler, seharusnya keseluruhan diberikan kepada haji reguler karena alasannya minta itu, bukan alasan untuk meminta untuk tambahan kuota haji khusus," kata Asep.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Asep menegaskan pengalihan setengah kuota haji tambahan ke haji khusus tidak sesuai aturan. "Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua, 10 ribu untuk reguler, 10 ribu lagi untuk kuota khusus," ujar Asep pada kesempatan berbeda, Rabu (6/8).

ADVERTISEMENT

Temuan DPR

Setahun lalu, DPR RI mengungkapkan permasalahan kuota haji tambahan 2024 untuk haji khusus. Kemenag disebut menyalahi aturan karena membagi hampir setengah kuota haji tambahan untuk haji khusus.

Anggota Timwas Haji DPR saat itu, Luluk Nur Hamidah, mengungkapkan dari 20 ribu kuota tambahan tersebut, hampir sebagian besar dialihkan untuk haji plus atau furoda.

"Kalau misalnya 8 persen dari kuota tambahan 20 ribu, maka itu tidak lebih dari 1.600, tetapi faktanya hampir 50 persen dari 20 ribu itu ternyata dialihkan untuk memenuhi kebutuhan haji plus atau furoda," kata Luluk kepada wartawan di Makkah, Arab Saudi, Rabu (19/6/2024) malam.

Luluk menegaskan, langkah Kemenag mengalokasikan setengah dari 20 ribu kuota haji tambahan untuk haji khusus sama sekali tidak pernah dikonsultasikan ke DPR. Luluk juga mempertanyakan siapa yang diuntungkan dengan pengalihan setengah dari 20 ribu kuota haji tambahan ke haji khusus.

"Kalau hasil konsultasi dari DPR, maka tidak pernah terjadi konsultasi dengan DPR terkait penggunaan kuota 20 ribu itu, yang mana ini dipakai untuk haji plus atau furoda sebanyak hampir 10 ribu atau lebih kurang 8.400," jelasnya.

"Apakah ini memberikan keuntungan semata-mata sama travel, atau bahkan kemungkinan ada pihak-pihak tertentu di dalam pemerintah itu sendiri yang kemudian bagian dari rente ini?" ucap Luluk.

Senada, Ace Hasan Syadzily yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI menyatakan, kebijakan Kemenag pada saat itu menyalahi dua ketentuan yakni hasil Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI tertanggal 27 November 2023 yang ditandatangani Ketua Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama RI; dan Keputusan Presiden No 6/2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 2024 yang menggunakan asumsi jumlah jemaah Haji sebagaimana UU No. 8 Tahun 2019.

Pada 2024, Indonesia mendapatkan total 241.000 kuota haji dari sebelumnya 221.000 kuota utama. Ace menyebutkan, dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI tertanggal 27 November 2023, kuota haji disepakati dibagi sesuai dengan UU Penyelenggaraan Haji dan Umroh. Alhasil, kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang. Haji khusus dialokasikan 8% sesuai UU pasal 8.

Pada akhirnya, alokasi 241.000 kuota haji menjadi 213.320 untuk jemaah reguler dan 27.680 jemaah khusus.

"Pada bulan Februari 2024, Kementerian Agama mengubah kebijakan soal kuota tambahan 20.000 itu secara sepihak yang dibagi menjadi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 untuk haji reguler tanpa melalui proses pembahasan di DPR RI," kata Ace, Jumat (21/6/2024).

Masalah ini membuat DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI. Dalam pembacaan rekomendasi di rapat paripurna DPR, Senin (30/9/2024), Pansus menyoroti pelaksanaan ibadah haji khusus serta penguatan pengawasan lewat penegak hukum. Berikut kelima poin hasil rekomendasi Pansus DPR.

1. Dibutuhkan revisi terhadap UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.

2. Diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota Haji, terutama dalam ibadah haji khusus termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik.

3. Dalam pelaksanaan ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan hendaknya dalam pelaksanaan mendatang peran negara dalam fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.

4. Panitia Angket mendorong penguatan peran lembaga pengawasan internal pemerintah (seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan BPKP) agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan Haji. Manakala kerja Pansus membutuhkan tindak lanjut, dapat melibatkan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK).

5. Pansus mengharapkan Pemerintahan mendatang agar dalam mengisi posisi Kementerian Agama RI dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinir, mengatur, dan mengelola penyelenggaraan ibadah haji.

Simak Video: KPK Cegah Eks Menag Yaqut ke Luar Negeri!

(gbr/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads