Negara-negara Eropa, sebut saja Inggris, Prancis, hingga Jerman, mulai mengakui negara Palestina. Apakah ini efek dari gelombang demonstrasi di Eropa?
Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Teuku Rezasyah memberikan analisisnya untuk isu ini. Ia mengatakan negara-negara Eropa dan Kanada mulai sadar karena adanya gelombang demonstrasi solidaritas untuk kemerdekaan Palestina.
"Negara-negara di Eropa dan Kanada mau tak mau telah disadarkan oleh masyarakat mereka sendiri, yang melalui berbagai aksi demonstrasi telah menyampaikan isi hati mereka yang terdalam. Dalam hal ini adalah keprihatinan yang tulus atas nasib masyarakat Palestina, serta kegamangan pemerintah mereka sendiri dalam mendukung kemerdekaan Palestina," ujar Teuku kepada wartawan, Selasa (5/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diperkirakan gelombang aksi demonstrasi dan goyahnya posisi negara - negara seperti Inggris, Perancis, Kanada, dan Jerman, akan berdampak internasional. Terutama sekali dihampir seratus negara bekas jajahan Perancis dan Inggris di berbagai belahan bumi, serta kepemimpinan global Amerika Serikat atas sekutu-sekutunya seperti Uni Eropa, dan NATO," sambungnya.
Meski begitu, ia menyebut dukungan negara-negara Eropa kepada Palestina belum bulat. Karena negara Eropa masih melihat sejumlah kondisi.
Seperti, kemampuan Israel menjunjung tinggi HAM, kemampuan Otoritas Palestina menyelenggarakan pemilihan umum secara terorganisir tanpa melibatkan Hamas, kemampuan masyarakat Palestina mengelola diri mereka dalam sebuah negara, serta prospek dari Solusi Dua Negara bagi perdamaian abadi di Timur Tengah.
"Dengan demikian, negara - negara di atas (Eropa dan Kanada) masih memiliki keengganan untuk bersebrangan dengan Amerika Serikat dan Israel, mengingat masalah tarif yang belum diputuskan secara final oleh Amerika Serikat," jelas Teuku.
Negara-negara Eropa, kata Teuku, juga berani bersuara tegas. Hal ini dikarenakan mereka masih mengamati posisi Rusia dan China yang sangat tegas dalam memandang isu penjajahan Israel di Palestina yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
Teuku berpandangan negara Eropa masih mengkhawatirkan potensi pembatasan energi yang dapat dilakukan Rusia, terutama menjelang akhir tahun. Sehingga posisi negara Eropa terhadap Palestina baru bisa diketahui pada sidang Majelis Umum PBB.
"Posisi terkini dari negara-negara Uni Eropa di atas baru dapat diketahui pada tanggal 30 September 2025, saat pemimpin mereka menghadiri sidang Majelis Umum PBB. Baru pada hari itu lah kita mengetahui apakah mereka bersungguh-sungguh berjuang untuk sebuah kemerdekaan Palestina yang dapat dibenarkan oleh hukum internsional, ataukah komitmen tersebut dibuat hanya sebatas bahasa diplomatik semata, untuk menggalang kerjasama internasional guna tujuan ekonomi," lanjut Teuku.
Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana bicara hal senada. Menurutnya, ada andil dari masyarakat negara Eropa terkait pengakuan negara Palestina.
"Negara Eropa mau mengakui Palestina sebagai sebuah negara salah satunya pertama karena aspirasi dari rakyat di negara-negara tersebut yang tidak bisa melihat apa yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza. Ini sudah dianggap melanggar hak asasi manusia yang sangat fundamental yaitu hak hidup karena mereka dibiarkan kelaparan bahkan dilakukan etnic cleansing atau pemusnahan terhadap etnis tertentu," ujar Hikmahanto.
Ia menyebut Israel melakukan etnic cleansing agar Gaza dapat kosong. Sehingga Gaza bisa diambil alih oleh Pemerintah Israel dan dimukimi oleh rakyat Israel.
"Pengakuan ini sebagai bentuk pemerintah negara-negara barat untuk menekan Israel agar menghentikan tindakan yang tidak manusiawi karena apa yang dilakukan oleh Israel ini salah meskipun dia mendapatkan dukungan dari presiden (Donald) Trump," katanya.
Sebelumnya, para pemimpin Prancis, Inggris, dan Kanada yang telah mengumumkan rencana mereka untuk mengakui negara Palestina pada September mendatang. Hal ini membuat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meradang.
Trump menepis keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengakui negara Palestina, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut "tidak penting" dan "tidak terlalu berpengaruh." Pekan lalu, pengumuman Macron untuk mengakui negara Palestina menjadi pemicu bagi negara-negara lain untuk mempertimbangkan langkah serupa.
Pekan ini, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer juga mengatakan Inggris akan secara resmi mengakui negara Palestina pada bulan September, kecuali Israel mengambil langkah-langkah "substantif", termasuk menyetujui gencatan senjata di Gaza.
Ditanya tentang keputusan Inggris untuk mengakui negara Palestina, Trump mengatakan ia "sejujurnya tidak berada di kubu itu."
Trump kini lebih kritis terhadap desakan pengakuan negara Palestina dan meyakini hal itu sama saja dengan "memberi penghargaan kepada Hamas di saat Hamas menjadi penghalang nyata bagi gencatan senjata dan pembebasan semua sandera."
Trump bereaksi lebih keras ketika Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney terang-terangan akan mengakui negara Palestina. Trump langsung menaikkan taruf AS atas barang-barang Kanada menjadi 35 persen.
Simak juga Video: 3 Negara Ini Siap Akui Palestina saat Sidang Umum PBB