Usai dinyatakan bebas dari jeruji besi setelah mendapat abolisi, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) melaporkan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepadanya ke Mahkamah Agung (MA). Pengacara Tom, Zaid Mushafi, mengatakan Tom ingin ada evaluasi terhadap proses peradilan yang dijalaninya.
"Kita ingin ada evaluasi, kita ingin ada proses apa namanya sebagai bentuk kritik ya dan dilakukan evaluasi agar ke depan tidak terjadi ini proses, karena siapapun bisa loh diperlakukan seperti ini. Nah, ini yang Pak Tom tidak ingin. Nah, dia merasa selama prosesnya dia dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai putusan dia di-backup sama masyarakat," kata Zaid Mushafi di gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (4/7/2025).
Zaid menilai hakim bersikap tidak profesional atau unprofessional conduct. Dia menganggap hakim mencari-cari kesalahan Tom. Sebagai informasi, perkara Tom diadili oleh hakim ketua Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi gini, seluruh majelis hakim yang memutus perkara Pak Tom ini karena tidak ada dissenting di situ adalah kita laporkan semuanya tentu. Namun yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty," kata Zaid.
"Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," tambahnya.
Zaid mengatakan pelaporan ini bukan bentuk balas dendam dari Tom melainkan semangat untuk memperbaiki sistem hukum. Selain ke MA, Tom melaporkan majelis hakim yang menjatuhkan hukuman kepadanya ke Komisi Yudisial (KY).
"Ingin ada evaluasi, dia ingin ada koreksi. Agar apa? Agar keadilan dan kebenaran dalam proses penegakan hukum di Indonesia ini bisa dirasakan oleh semuanya," tambahnya.
Tak hanya hakim, mantan Menteri Perdagangan itu juga turut melaporkan tim audit perhitungan kerugian negara ke Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Ombudsman.
"Betul (melaporkan auditor BPKP), Pak Tom ingin ada koreksi atas penegakan hukum yang demikian," ujar Zaid.
Pengacara Tom Lembong yang lain, Ari Yusuf Amir, juga mengkonfirmasi laporan tersebut. Ia mempertanyakan keprofesionalan tim penghitung kerugian negara.
"Auditnya salah. Tidak profesional," kata Ari.
Sebelumnya, Tom Lembong mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Bukan hanya Tom, Hasto Kristiyanto pun diberikan amnesti oleh Presiden Prabowo. Pihak Istana menyebut abolisi dan amnesti ini merupakan hak prerogatif dari Presiden Prabowo Subianto.
Mensesneg Prasetyo Hadi mengatakan pemberian amnesti dan abolisi tersebut bukan menandakan pemerintah membiarkan praktik korupsi. Namun, menurut dia, hal itu demi kepentingan persatuan.
"Bukan berarti kita akan membiarkan praktik-praktik korupsi, tidak. Tapi dalam dua kasus ini yang nuansanya lebih banyak ke masalah politik, itu yang Bapak Presiden menggunakan hak. Mari kita kurangi kegaduhan-kegaduhan politik," ujarnya.
"Karena kita ini, sekali lagi, kita ini butuh, perlu bersatu. Kita butuh ketenangan untuk kita bisa membangun dan memperbaiki seluruh masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Jangan energinya kita kurangi untuk hal-hal yang kurang produktif," imbuh dia.
Saksikan pembahasan lengkapnya terkait Tom Lembong yang melaporkan hakim dan tim audit hanya di detikPagi edisi Selasa (5/8/2025).
Pada edisi detikPagi kali ini, hadir juga Nuh... musisi dari Medan yang popular dengan lagu 'Teruntuk Mia'. Spesial di detikPagi, Nuh... akan mengenalkan karya teranyarnya dengan judul 'Simpan Dulu Rindu' yang katanya menjadi surat terbuka untuk orang-orang yang ditinggalkan.
Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.
"Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!"
(vrs/vrs)