Dua orang pria membajak satelit televisi berbayar dan menyiarkan ulang siaran bola secara ilegal. Keduanya memungut bayaran dari warga hingga meraup keuntungan ratusan juta rupiah.
"Dari hasil tindak pidana tersebut, tersangka S mendapatkan keuntungan sebesar Rp 14.300.000 per bulan dengan total keuntungan Rp 85.000.000 selama 6 bulan beroperasi," kata Kanit Unit 5 Subdit 1 AKP Irrine Kania Defi dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (1/8/2025).
Tersangka KF mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10 juta per bulan dengan total keuntungan Rp 60 juta. Jika dikalkulasikan, total keuntungan kedua pelaku yaitu Rp 145 juta per 6 bulan.
"Tersangka KF mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10 juta per bulan dengan total keuntungan Rp 60 juta," jelas Irrine.
Diketahui, beberapa saluran TV berbayar yang dibajak itu merupakan saluran televisi yang menyiarkan sepakbola.
Dalam melakukan aksi tindak pidana tersebut, pelaku menyambungkan beberapa STB milik perusahaan televisi. Biaya pemasangan itu sebesar Rp 350 ribu dan biaya langganan Rp 30 ribu per bulan.
"Disiarkan secara ilegal dengan menarik kabel langsung ke rumah pelanggan dengan biaya pemasangan di awal Rp 350 ribu dan biaya berlangganan Rp 30 ribu per pelanggan," ucap Irrine.
Keduanya ditangkap pada Kamis (24/7) di wilayah Jawa Timur. Kedua tersangka membajak channel televisi berbayar secara ilegal melalui kabel ke rumah pelanggan.
"Tersangka melakukan penyiaran dari channel Nex Parabola berupa beberapa channel dengan cara menggabungkan beberapa STB yang berisi channel," kata Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak.
Kedua tersangka menyambungkan siaran parabola berbayar itu dengan peralatan yang mereka miliki. Setelah itu, mereka menyambungkan siaran itu lewat kabel ke rumah-rumah pelanggan yang membayar ke mereka.
"Dan disambungkan ke beberapa perangkat pendukung, kemudian didistribusikan dengan metode penarikan kabel ke rumah-rumah pelanggan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk diperjualbelikan atau dikomersialkan untuk mendapatkan keuntungan," ujarnya.
Pengungkapan kasus ini berawal pada 5 April 2024 saat perusahaan channel televisi berbayar mendapat informasi dugaan pelanggaran kedua pelaku selaku operator. Mereka diduga memperjualbelikan siaran tanpa izin.
"Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, diketahui benar bahwa Tersangka diduga telah menggunakan akses ilegal untuk mendistribusikan atau mentransmisikan beberapa channel kepada masyarakat umum untuk kepentingan komersial dan dalam penyiaran tersebut tidak ada izin dengan pemegang hak siar," ucapnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 46 juncto Pasal 30 UU ITE. Keduanya terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600 juta.
Mereka juga dijerat Pasal 48 juncto UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Mereka juga dijerat Pasal 118 ayat (1) juncto Pasal 25 ayat (2) UU Hak Cipta dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.
(mea/mea)