Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan Pemprov akan membangun 4 pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Pramono meyakini sampah tidak akan menjadi beban lagi untuk Jakarta.
Hal itu disampaikan Pramono dalam acara Urban Climate Action Programme (UCAP) Climate Action Implementation (CAI) Regional Convening 2025 di Hotel Ayana Midplaza Jakarta, Rabu (23/7/2025). Pramono menyebutkan pengolahan sampah menjadi tenaga listrik itu sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto.
"Dan saya beruntung sudah mendapatkan arahan dan sekaligus persetujuan oleh pemerintah pusat, oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto bahwa penggunaan energi ke depan di Jakarta salah satunya akan menggunakan energi sampah, pembangkit energi sampah," kata Pramono dalam sambutannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pramono mengatakan Jakarta memiliki cadangan sampah yang cukup besar. Dia menyebut Jakarta memproduksi lebih dari 7.000 ton sampah per hari.
"Dan kebetulan kita mempunyai cadangan sampah yang cukup besar di Bantar Gebang jumlahnya kurang lebih 55 juta, setiap hari sampah di Jakarta ini kurang lebih 7.700 ton. Maka ini menjadi modal yang luar biasa, yang dulunya menjadi beban bagi pemerintah Jakarta, sekarang seperti harta karun," jelas Pramono.
Karena itu, Pemprov DKI Jakarta akan membangun PLTSa. Ini diharapkan bisa mengatasi masalah sampah dan menjadikan Jakarta semakin hijau.
"Ini akan menjadi sesuatu yang luar biasa karena langsung nanti kami akan membangun 4 PLTSa, pembangkit listrik tenaga sampah di Jakarta dan mudah-mudahan ini akan membuat Jakarta semakin green seperti video tadi," jelasnya.
Pramono juga menegaskan komitmennya untuk mempercepat transformasi Jakarta menjadi kota hijau dan berkelanjutan. Upaya yang sedang disiapkan adalah penerapan Jakarta Green Building Regulation dengan target efisiensi energi dan air yang signifikan pada 2030.
Pramono menyebutkan, melalui hal ini, seluruh bangunan baru di Jakarta pada 2030 ditargetkan wajib mencapai efisiensi energi dan air 100 persen. Sementara itu, untuk bangunan lama atau existing, Pemprov menargetkan minimal 50 persen harus turut dirombak agar lebih hemat energi.
"Ini bagian dari komitmen kami untuk menghadapi perubahan iklim. Tahun 2030, bangunan baru harus hemat energi 100 persen. Bangunan lama minimal 50 persen. Ini target yang saya yakin bisa kita capai bersama," kata Pramono.
Menurut dia, penerapan regulasi bangunan hijau ini berpotensi menekan emisi karbon Jakarta hingga 10,6 juta ton CO2 per tahun. Hal ini menjadi salah satu langkah nyata untuk mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca dan menciptakan kota yang lebih tangguh menghadapi krisis iklim.
Pramono juga menambahkan bahwa Pemprov DKI terus membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk anggota C40 Cities, untuk mendukung pendanaan hijau dan transformasi kebijakan. Jakarta juga resmi bergabung dengan Clean Investment Accelerator, koalisi global yang mendorong kota-kota dunia beralih dari pembiayaan berbasis fosil ke investasi hijau.
"Prinsipnya kami ingin kebijakan ini konsisten dijalankan. Termasuk pengembangan instrumen pembiayaan hijau seperti obligasi hijau dan portofolio ESG. Kami ingin jadi contoh nyata bahwa Jakarta serius berubah," kata dia.
Selain itu, Pramono memastikan bahwa transformasi hijau tidak hanya terbatas pada bangunan. Jakarta juga akan menambah ruang terbuka hijau dengan memanfaatkan lahan publik yang terbengkalai, terinspirasi oleh konsep High Line Park di New York.
"Di Jakarta banyak sekali ruang publik yang terbengkalai. Ini akan kita ubah jadi ruang terbuka hijau tanpa harus repot pembebasan lahan," imbuhnya.
(bel/lir)