Dalam Inpres tersebut Badan Pusat Statistik (BPS) bertindak sebagai koordinator utama penyusunan data sosial ekonomi nasional yang valid dan terintegrasi.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menjelaskan Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri berperan penting dalam mendukung implementasi DTSEN.
Data tersebut menjadi fondasi penting bagi BPS dalam melakukan verifikasi sosial ekonomi penerima bantuan, termasuk PBI JKN.
Tito menambahkan, Dukcapil memungkinkan proses validasi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk menghindari data ganda, penduduk fiktif, atau penerima yang tidak lagi memenuhi syarat.
Dukcapil juga menyediakan umpan balik atas pengecekan lapangan yang dilakukan oleh BPS guna memastikan ketepatan sasaran program bantuan pemerintah.
"Kemendagri, khususnya Dukcapil, mengelola data kependudukan dan pencatatan sipil seluruh Indonesia. Mungkin adalah data yang paling lengkap untuk jumlah penduduk dan fitur-fitur lainnya, yang ada dalam Dukcapil yang bersifat umum," kata Tito dalam keterangan tertulis, Selasa (15/7/2025).
Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Pembahasan Data PBI JKN Berdasarkan DTSEN Beserta Solusi Atas Permasalahan Data PBI, di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7).
Lebih lanjut, Tito mengatakan saat ini Kemendagri mencatat ada sekitar 286 juta penduduk Indonesia. Hingga kini, sistem di Dukcapil Kemendagri terus berjalan secara berkelanjutan, mencakup laporan penduduk tentang kelahiran, kematian, perkawinan, hingga perpindahan domisili.
Data tersebut dicatat secara real-time oleh jaringan pelayanan Dukcapil dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat.
"Nah data ini kemudian di-share menjadi basis data utama, karena adanya satu Nomor Induk Kependudukan. Setiap warga Indonesia memiliki satu NIK. Yang kedua adalah karena adanya tiga jenis biometrik, yaitu data yang khas setiap orang yang berbeda dari satu sama lainnya," paparnya.
Tito mengatakan tiga jenis data biometrik tersebut meliputi sidik jari, iris mata, dan face recognition. Adapun data ini memiliki tingkat presisi tinggi untuk membedakan satu orang dengan lainnya.
"Kemungkinan samanya satu banding sekian miliar," imbuhnya.
Sebelum ada DTSEN, lanjut Tito, data bantuan sosial lebih banyak dikembangkan secara sektoral oleh kementerian teknis seperti Kementerian Sosial (Kemensos) maupun BPJS Kesehatan. Menurutnya, mekanisme rentan terhadap kesalahan input di lapangan dan potensi tumpang tindih kepentingan.
Dengan adanya DTSEN, Tito menilai posisi Dukcapil Kemendagri bertransformasi menjadi mitra strategis dalam penyediaan data kependudukan yang valid untuk direkonsiliasikan dengan data BPS.
"Nah inilah kira-kira yang dikerjakan oleh Dukcapil untuk mendukung program arahan Bapak Presiden untuk adanya data tunggal untuk bidang sosial dan ekonomi, yang menjadi basis data untuk dalam rangka untuk BPJS, maupun program perlindungan masyarakat lainnya. Selanjutnya pasti kami akan terus mendukung," jelasnya.
Melalui sinergi antara BPS, Kemensos, Ditjen Dukcapil Kemendagri, dan pihak terkait, pemerintah menerapkan metode triangulasi data. Kerja tersebut mencakup BPS yang melakukan survei sosial ekonomi dan validasi lapangan.
Kemudian, Dukcapil yang menyediakan data biometrik dan status kependudukan terkini, serta Kemensos yang menetapkan penerima bantuan berdasarkan Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan.
"Update terus dilakukan karena memang bergerak terus datanya dan kami memberikan input terus kepada BPS. Sekaligus juga kami mengaktifkan, mendorong daerah terutama Dukcapil, kepala-kepala daerah, kemudian juga Dinas Sosial [melakukan update]," paparnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya validasi dan integrasi data PBI JKN agar lebih akurat dan tepat sasaran. Ia menekankan seluruh proses verifikasi data PBI harus mengacu pada basis data resmi BPS melalui sistem DTSEN.
Dengan pendekatan ini, pemerintah menargetkan agar data PBI tidak lagi tumpang tindih antara Kementerian Kesehatan, Kemensos, BPJS Kesehatan, Ditjen Dukcapil Kemendagri, maupun BPS. Seluruh proses pemutakhiran tetap dimungkinkan, namun hasil akhirnya tetap harus dikembalikan dan disahkan oleh BPS agar menjadi sumber data yang sah.
"Bapak Presiden Prabowo inginnya satu data. Jadi kalau bisa [data orang] miskin di kesehatan, miskin di ekonomi, miskin di subsidi listrik kalau bisa sama. Jadi itu sebabnya kenapa kemudian ditugaskan semua data harus ditaruh di BPS. Karena penerima subsidi listrik, penerima PBI, penerima PKH, penerima mungkin subsidi BBM, subsidi pupuk, nanti diusahakan sebaiknya orangnya kategorinya sama," ungkap Budi.
Dengan kolaborasi ini, pemerintah berharap sistem pendataan PBI JKN semakin akurat, akuntabel, dan tepat sasaran. Pemerintah pun akan memastikan anggaran negara menjangkau masyarakat yang membutuhkan.
Sebagai informasi, rapat ini turut dihadiri Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ghufron Mukti, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryantono, serta Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes).
Simak juga Video: BPJS Kesehatan Tegaskan Tak Batasi Rawat Inap Peserta JKN
(anl/ega)