Ramai-ramai Bersuara Soroti Aktivitas Tambang di Raja Ampat

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 07 Jun 2025 09:11 WIB
Raja Ampat. Foto: (Chris Caldicott/Design Pics Editorial/Universal Images Group via Getty Images)
Jakarta -

Pemerintah menemukan sejumlah pelanggaran aturan lingkungan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menteri hingga anggota DPR bersuara menyoroti aktivitas tambang nikel tersebut.

Pemerintah telah merespons penolakan tambang nikel di Raja Ampat. Berdasarkan pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup, ditemukan sejumlah pelanggaran.

Ada empat perusahaan tambang nikel Raja Ampat yang diawasi oleh pemerintah, yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Kementerian LH menyebutkan empat perusahaan itu telah mengantongi izin usaha pertambangan, namun hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH). Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

Kementerian LH menjabarkan, PT ASP, perusahaan penanaman modal asing asal China, melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.

Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas ±6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

PT MRP ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan. Sementara itu, PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut IUP nikel milik PT Gag Nikel diberikan sejak 2017 dan mulai beroperasi pada 2018. Ia menyebut perusahaan ini juga telah mengantongi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

"Jadi dan IUP-nya itu, sekali lagi, IUP produksinya 2017," katanya.

Ia juga menegaskan lokasi tambang berada di Piaynemo, bukan di kawasan destinasi wisata utama Raja Ampat, dengan jarak sekitar 30-40 kilometer dari kawasan tersebut.

"Sekarang dengan kondisi seperti ini, kita harus cross-check, karena di beberapa media yang saya baca ada ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat," ujar Bahlil.




(idn/idn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork