Jakarta - Pada 20-28 Mei lalu, saya juga berkesempatan untuk cuti dan piknik di tiga negara: Singapura, Malaysia dan Thailand, bersama sejumlah teman. Agar uang saku cukup, maka saya dkk piknik dengan semi
backpacker.Semi
backpacker adalah istilah kami untuk piknik yang menggabungkan perjalanan darat yang murah meriah namun tempat menginap di hotel berbintang.Perjalanan kami mulai dari Jakarta dengan
first flight AirAsia dari Jakarta ke Batam. Tiket pesawat sengaja kami pesan lewat internet satu bulan sebelumnya agar mur-mer. Satu setengah jam kemudian kami tiba di Bandara Hang Nadim. Tujuan kami adalah pelabuhan Batam Center untuk meneruskan perjalanan ke Singapura. Sudah bukan rahasia, rute ini dipilih untuk menghemat fiskal Rp 500 ribu.Untuk menuju ke Pelabuhan Batam Center, taksi adalah pilihan utama. Tarifnya Rp 70 ribu. Daftar tarif ini bisa dilihat sebuah papan di pintu keluar menuju jajaran taksi. O ya sebelum keluar dari bandara, saya membeli dulu tiket feri Penguin ke Singapura. Harganya Rp 70 ribu/orang, bisa juga dibayar pakai dolar Singapura yaitu Sing$ 12 (satu dolar Singapura = Rp 5.850). Beli tiket feri di bandara lebih murah dibandingkan beli di pelabuhan. Tiket sekali jalan lebih mahal dibandingkan tiket pulang-pergi (PP).Setiba di Batam Center, saya ke loket Penguin untuk mengambil berkas imigrasi. Data kita dimasukkan oleh petugas feri. Kita lalu membayar pajak pelabuhan sebesar 3 dolar Singapura, dibayar pakai rupiah juga boleh. Setelah itu membayar fiskal Rp 500 ribu di loket yang lain, lantas menunggu feri.Sejam kemudian tibalah di Pelabuhan Harbourfront, Singapura. Sejumlah wisatawan berfoto ria di jembatan menuju konter pemeriksaan imigrasi. Maklum, begitu memasuki gedung pelabuhan, foto-foto dilarang sama sekali. Dari kejauhan, terlihatlah kereta gantung (
cable car) bergelantungan yang menarik hati.Antrean di konter imigrasi cukup panjang, padahal waktu itu bukan musim liburan. Entah bagaimana jika liburan sekolah pertengahan bulan ini datang, pasti panjangnya lebih mengular. Teman saya yang mengantongi 3 pak rokok dari Batam seharga kurang dari Rp 30 ribu, terpaksa membuang sigaretnya itu di tempat sampah. Sebab sebatang rokok pun mesti dilaporkan ke konter Pabean dan membayar pajak. Pajak 3 pak rokok tersebut mencapai Rp 127 ribu! Masih banyak lagi barang yang mesti dilaporkan ke Pabean selain rokok, seperti minuman keras.Pelabuhan Harbourfront adalah salah satu pusat bisnis di negeri singa itu. Di sini terdapat aneka jenis angkutan umum untuk menuju segala penjuru Singapura. Setelah urusan Imigrasi selesai, saya dkk langsung mencoba
cable car yang menghubungkan dengan Pulau Sentosa, salah satu objek wisata favorit. Ongkosnya 12 dolar/orang untuk kereta gantung biasa. Sedangkan "kelas" yang lebih mahal mencapai 17 dolar.Bagi yang takut ketinggian, naik
cable car yang melintasi lautan, memang cukup mengerikan. Tapi bagi yang tidak ada masalah dengan ketinggian, rasanya asyik sekali. Kita bisa melihat Singapura lebih jelas termasuk menonton kapal pesiar Star Cruise -- yang sering iklan di koran-koran dalam negeri -- yang sedang sandar.Karena saya dkk naik
cable car sambil membawa kopor dan ransel besar, akhirnya kami memutuskan untuk tidak turun di Pulau Sentosa. Kami hanya naik
cable car pulang-pergi.Pulau Sentosa menarik minat saya dkk karena pulau ini semakin luas saja karena proyek reklamasi pantai. Bahan baku perluasan pulau ini apalagi kalau bukan pasir dari Indonesia. Selain dipenuhi aneka permainan, di pulau ini juga terdapat simbol Singapura berukuran raksasa yaitu Merlion, singa yang berbuntut ekor ikan.Turun dari
cable car, saya dkk naik taksi ke Beach Road. Tarifnya sekitar 7 dolar. Tujuan saya adalah terminal bus antarnegara. Setelah keluar masuk ke loket agen perjalanan untuk membandingkan harga dan jam keberangkatan, saya dkk akhirnya menumpang bus kelas ekonomi seharga 29 dolar dengan tujuan Kuala Lumpur. Meski ekonomi, bus ini hanya berisi 25 kursi, kaki bisa selonjor dan walau penumpangnya hanya 10 orang, bus tetap berangkat. Bus berangkat pukul 17.00.Saya dkk melewati dua kantor imigrasi yaitu Singapura dan Malaysia. Pemeriksaan di Malaysia tidak terlalu ketat. Perjalanan darat ini cukup lancar, tidak ada kemacetan dan melewati jalanan serba jalan tol yang mulus.Pukul 23.00 waktu setempat, saya tiba di Terminal Puduraya, Kuala Lumpur. Sebagaimana di Indonesia, calo bus sibuk menawarkan jasa. Yang membedakan dengan calo di Indonesia, mereka mengenakan kartu pengenal dan membawa handy-talkie. Meski sudah larut, terminal itu sangat ramai.Di Kuala Lumpur, saya menginap 2 malam di rumah seorang famili teman. Tentu saja ini penghematan akomodasi yang lumayan bukan?
(nrl/umi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini