Pembunuhan Keluarga Indonesia yang Sempat Bikin Gempar Belanda

Pembunuhan Keluarga Indonesia yang Sempat Bikin Gempar Belanda

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Sabtu, 05 Apr 2025 11:52 WIB
Koran De locomotief edisi 8 April 1931 (Diakses via delpher)
Koran De locomotief edisi 8 April 1931 (Diakses via delpher)
Jakarta -

Sebuah tragedi pembunuhan keluarga asal Indonesia pernah menggemparkan Belanda pada 1931. Bahkan kasus ini menjadi sorotan surat kabar Belanda pada masa itu.

Kasus pembunuhan ini pernah tayang dalam surat kabar berbahasa Belanda Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, yang terbit 31 Januari 1931. Surat kabar ini merupakan koleksi Perpustakaan Nasional.

Dilaporkan koran tersebut, Suparwi (38) adalah pejabat di Pati, Jawa Tengah, yang mendapatkan beasiswa belajar ke Belanda pada 1928. Ia membawa istri mudanya berserta kedua anak mereka yang masih kecil. Suparwi juga mengangkut seorang pembantu rumah tangga bernama Sono. Mereka tinggal di Kota Bilthoven, Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suparwi adalah kandidat terpilih dari 40 kandidat lainnya yang melamar untuk mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda saat itu berkat kecerdasannya. Ketika Suparwi pulang dari kampusnya, ia menemukan istrinya, Suminah (25), dan dua anaknya, Subagio (4) dan Subroto (3), sudah tidak bernyawa. Sedangkan pembantunya bernama Sono terbaring pingsan di dapur dengan bau gas yang menyengat.

Setelah siuman, Sono mengaku membunuh istri majikannya dan tanpa sengaja membunuh kedua anak majikannya. Koran Belanda De locomotief edisi 8 April 1931 melaporkan pembunuhan ini terjadi pada 30 Januari 1931. Koran-koran Belanda, seperti De Amstelbode, Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant, Bataviaasch nieuwsblad, dan De Sumatra post, turut menyoroti kasus ini. Publik Belanda dan kaum pribumi di Indonesia dibuat gempar oleh kasus ini.

ADVERTISEMENT

Sono lantas diadili di pengadilan Utrecht. Banyak warga Belanda yang penasaran pada kasus ini. Ruang sidang pun akhirnya penuh sesak.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië yang terbit 31 Januari 1931 (Koleksi Perpusnas)

Pembunuhan ini bermula dari kesalahan yang dilakukan oleh Sono. Sono saat itu memasang tangga dan tak sengaja memecahkan kaca. Sono kemudian ditegur oleh Nyonya Suparwi. Sialnya, Sono tidak bisa mengungkapkan kegelisahannya karena keterbatasan bahasa Belanda. Sono pun tersulut emosi hingga akhirnya membunuh majikannya dan kedua anaknya.

Belakangan diketahui bahwa Sono merasa gelisah selama tinggal di rumah keluarga Soeparwi. Ia gelisah karena mendengar kabar Gunung Merapi meletus pada 1931. Sono khawatir pada keselamatan keluarganya.

Depresi di Balik Kekejian Sono

Sementara itu, saksi ahli psikiater Dr Schouten dari Leiden turut dihadirkan dalam sidang. Dr Schouten menemukan motif lain yang membuat Sono tega membunuh Nyonya Suparwi dan kedua anaknya.

Menurut Dr Schouten, Sono depresi dan prihatin atas bencana Merapi di daerahnya, dan hak-haknya sebagai manusia telah dirampas. Inilah yang akhirnya membuat Sono tega melakukan pembunuhan keji.

Mulanya, jaksa penuntut umum menuntut Sono dengan hukuman 20 tahun penjara. Sebab, tak ada unsur pembunuhan berencana pada kasus ini.

Namun, berkat bantuan pengacara dan Dr Schouten, Sono mengajukan banding. Hukuman Sono dipangkas menjadi 7-8 tahun. Sono seharusnya keluar dari penjara antara 1938-1939. Namun, di daftar penumpang kapal laut yang menuju Indonesia, tidak diketahui apakah Sono kembali ke Indonesia.

Lihat juga Video: Tampang Bengis Yusak Pembunuh Keluarga Guru di Kediri

(rdp/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads