Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti persoalan yang terjadi selama pembahasan hingga pengesahan revisi Undang-Undang TNI. Jimly menilai masalah komunikasi menjadi persoalan utama terkait proses pembahasan UU TNI.
"Ini adalah gambaran masalah komunikasi. Komunikasi tidak hanya verbal, tapi aksi. Komunikasi itu lebih dari itu, kita berkomunikasi dengan aksi," kata Jimly di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Senin (31/3/2025).
Menurutnya, ada miskomunikasi dan diskomunikasi antara pemerintah dengan masyarakat. Dia mengatakan masalah komunikasi itu bukan cuma dilakukan satu atau dua pejabat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi soal komunikasi dalam arti luas. Ini siapa yang miskomunikasi dan penyebabnya? Ini bukan soal satu-dua pejabat, semuanya, termasuk presiden, ngomongnya suka salah," ungkap dia.
Dia mengatakan ada juga mismanajemen terkait pembahasan UU TNI. Dia mengatakan hal tersebut menimbulkan kekacauan.
"Padahal orang yang menangani relatif orang yang sama. 17 menteri itu masih yang lama. Maka sudah seharusnya hasil yang sudah dicapai oleh pemerintahan Jokowi 10 tahun, itu harus lebih baik, jangan sampai lebih turun," ucapnya.
Dia mengatakan pemerintah harus melakukan evaluasi. Jika dibiarkan, katanya, penolakan dari masyarakat akan semakin kuat.
"Tapi ini karena distrust, ketidakpercayaan. Jadi makin jauh ketidakpercayaan, makin repot. Maka harus diperbaiki. Ya akan semakin buruk (kalau dibiarkan). Sebab itu ya salah satu niat baik merangkul semua orang. Baik itu, tapi ada jeleknya. Jeleknya itu nanti seperti perbedaan pendapat hendak ditiadakan. Kalau itu terjadi, maka yang berbeda pendapat itu dua. Negara dan masyarakat," ujarnya.
Revisi UU TNI sendiri menuai polemik. Kelompok mahasiswa dan koalisi sipil menolak revisi UU TNI tersebut karena dianggap membuat lebih banyak prajurit aktif duduk pada jabatan sipil.
Lihat juga Video 'Gerakan Suara Ibu Indonesia Gelar Demo Tolak UU TNI di Sarinah':