CSIS Beberkan Masalah UU TNI: Kurang Transparan dan Tumpang-Tindih

CSIS Beberkan Masalah UU TNI: Kurang Transparan dan Tumpang-Tindih

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 25 Mar 2025 11:03 WIB
Para peneliti CSIS dalam Media Briefing berjudul Catatan Pasca-Pengesahan Revisi UU TNI pada Senin (24/3/2025). (Dok CSIS)
Para peneliti CSIS dalam Media Briefing berjudul 'Catatan Pasca-Pengesahan Revisi UU TNI' pada Senin (24/3/2025). (Dok CSIS)
Jakarta -

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) membeberkan masalah revisi UU TNI. CSIS menilai pengesahan UU TNI kurang transparan, kurang melibatkan partisipasi masyarakat, dan rentan tumpang-tindih wewenang.

Hal ini disampaikan oleh para peneliti CSIS dalam Media Briefing berjudul 'Catatan Pasca-Pengesahan Revisi UU TNI' pada Senin (24/3/2025). CSIS menyampaikan sejumlah catatan penting.

Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menjelaskan bahwa revisi UU TNI ini memiliki sejumlah permasalahan. Baik dari segi legislasi maupun pengesahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terdapat tiga aspek permasalahan, aspek pertama bahwa proses pembahasan dan pengesahan UU ini menunjukkan adanya proses yang kurang transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat aktif dan bermakna," kata Arya Fernandez.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, dia melihat proses legislasi berat di sisi eksekutif. Padahal, semestinya porsi antara legislatif dan eksekutif harus setara.

"Prosesnya sangat berat di sisi eksekutifnya, padahal dalam prosesnya eksekutif dan legislatif memiliki kekuasaan legislasi yang setara, 50% eksekutif dan 50% legislatif," lanjutnya.

Selain itu, Arya menilai DPR belum konsisten dalam melaksanakan muatan-muatan penting, terutama dalam prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Nicky Fahrizal menegaskan bahwa proses Revisi UU TNI tersebut merupakan bentuk militerisasi terhadap pemerintahan Indonesia.

"Apa yang terjadi di revisi UU TNI saat ini bukan militerisme, tetapi militerisasi. Militerisasi adalah proses atau tindakan memperbesar peran militer sehingga ada peningkatan kendali militer dalam suatu dimensi area atau institusi sipil tertentu," katanya.

Dia mencontohkan militerisasi ini terkandung dalam pasal 7 mengenai OMSP, pasal 8 yang memperluas wilayah tugas TNI AD, pasal 47 yang menambah ruang jabatan sipil untuk TNI aktif, dan pasal 53 yang memperpanjang masa kerja TNI.

Hal senada juga disampaikan Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS, Pieter Pandie. Dia mengatakan militerisasi ini menyebabkan ketidakjelasan dan tumpang tindih kewenangan.

"Penambahan peran baru, yaitu siber dan perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri yang saya sebut sebelumnya, kalau tidak diperjelas justru membuka ruang kebingungan dan konflik antarlembaga. Pelibatan TNI juga dalam pandangan saya, itu berisiko membuat penanganan isu siber ini menjadi top-down dari yang sekarang sudah ada dan lebih securitize," ujar Pandie.

Lihat juga Video Kondisi 3 Korban Bentrok Demo Tolak UU TNI di Sukabumi

(rdp/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads