Mengenal Malam Selikuran, Tradisi Menyambut Malam Lailatulqadar

RamadanJadiMudah by BSI

Mengenal Malam Selikuran, Tradisi Menyambut Malam Lailatulqadar

Widhia Arum Wibawana - detikNews
Kamis, 20 Mar 2025 17:34 WIB
Meski di tengah pandemi, Ratusan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta melakukan kegiatan Malam Selikuran atau Malam Ke-21 Ramadhan untuk sambut Lailatul Qadar.
Ilustrasi Malam Selikuran di Keraton Solo (Foto: Agung Mardika/detikcoom)
Jakarta -

Malam Selikuran merupakan salah satu tradisi masyarakat Indonesia yang diadakan pada bulan Ramadan. Tradisi ini diselenggarakan pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan dalam rangka menyambut Malam Lailatulqadar.

Tradisi Malam Selikuran di bulan Ramadan ini berasal dari masyarakat Jawa pada malam-malam ganjil terakhir di bulan Ramadan untuk menyambut datangnya Malam Lailatulqadar, yang dalam ajaran Islam dianggap sebagai malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan.

Lantas, seperti apa tradisinya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arti Malam Selikuran

Secara etimologis, Malam Selikuran artinya malam ke-21 (dua puluh satu). Dalam bahasa Jawa, kata selikur artinya dua puluh satu. Sehingga arti Malam Selikuran adalah malam ke-21 yang dilaksanakan pada awal malam ganjil di 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.

Mengutip dari situs Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, tradisi Malam Selikuran memiliki makna sebagai awal malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang salah satu diantaranya merupakan malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

ADVERTISEMENT

Tradisi Malam Selikuran

Masyarakat memperingati tradisi Selikuran dengan menggelar kenduri sebagai puncak acara. Kenduri ini biasanya diselenggarakan di lingkungan masjid atau pos ronda di setiap wilayah, di mana warga membawa berbagai hidangan sederhana untuk dikumpulkan dan dinikmati bersama.

Acara Selikuran biasanya dipimpin oleh tokoh masyarakat yang ditunjuk untuk memimpin doa. Hidangan kenduri yang telah dikumpulkan kemudian diolah menjadi takjil untuk berbuka puasa bersama serta dibagikan kepada masyarakat.

Tradisi Selikuran memiliki nilai positif, di antaranya mempererat tali silaturahmi, memperkuat persatuan dalam keberagaman, serta menumbuhkan semangat berbagi melalui sedekah. Diharapkan, segala amal kebaikan yang dilakukan dalam tradisi ini dapat diterima oleh Allah.

Sejarah Tradisi Selikuran

Konon katanya, mengutip dari Pemkab Gunungkidul, tradisi Selikuran ini diperkenalkan oleh Wali Songo sebagai metode dakwah Islam yang telah disesuaikan dengan budaya Jawa. Tradisi ini diharapkan menjadi sarana pengingat untuk memperbanyak sedekah, instropeksi diri, dan juga menggiatkan ibadah-ibadah lain dalam sepuluh hari terakhir Ramadan.

Simak Video: Amalan yang Dianjurkan di Malam Lailatul Qadar

(wia/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads