Para Kadis Tidak Terpaksa Setor Dana Nonbujeter DKP
Rabu, 16 Mei 2007 13:45 WIB
Jakarta - Terdakwa korupsi pengumpulan dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Rokhmin Dahuri di atas angin. Kepala-kepala dinas yang menyetor uang tak merasa terpaksa melakukannya.Misalnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan di era menteri dijabat Rokhmin, Mamat Rahmat Ibrahim. Mamat mengaku menyetor Rp 300 juta ke Sekjen DKP saat itu, Andin H Taryoto, melalui Kepala Biro Keuangan DKP Sumali."Seandainya tidak disetor, apa yang Anda dapatkan?" tanya ketua majelis hakim Mansyurdin Chaniago dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Gedung Uppindo, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (16/5/2007)."Tidak kompak saja rasanya, Pak," jawab Mamat yang sekarang menjadi sekretaris sebuah Ditjen di DKP itu."Saudara terpaksa menyerahkan setoran itu?" tanya hakim yang lain, Sofialdi.Lagi-lagi Mamat menjawab tegas. "Tidak, Pak," kata dia. Senada dengan Mamat, mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Kusnan Maryono juga mengaku tidak ditekan untuk menyetor dana nonbujeter. Kusnan menyetor 3 kali, masing-masing Rp 10 juta, Rp 5 juta dan Rp 10 juta. "Kepala-kepala dinas tidak terpaksa menyetor itu?" tanya hakim."Saya sendiri tidak, Pak," tandas Kusnan.Ketika dicecar pengacara Rokhmin, M Assegaf, Kusnan pun mengaku ada atau tidak ada setoran itu tidak mempengaruhi target program. "Setoran ini mempengaruhi target-target?" cecar Assegaf."Tidak, Pak," jawab Kusnan. Ketika diulang lagi pertanyaan itu, Kusnan tetap menjawab tidak mempengaruhi target.Kusnan menceritakan uang itu diberikan kepada Sumali setiap kali rapat koordinasi dinas atau rapat koordinasi nasional, tanpa tanda terima atau bukti penerimaan. Kusnan hanya mencatatkan namanya di sebuah buku yang disodorkan Sumali."Waktu itu kami menulis sendiri di bukunya Pak Sumali," kata Kusnan.Baik Kusnan atau Mamat, mengaku dana setoran itu dari pihak ketiga. Namun mereka berdua tidak mengetahui persisnya dari siapa, karena diperoleh melalui staf-stafnya.Untuk diketahui, dakwaan primer untuk Rokhmin adalah Pasal 12 e UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Tipikor. Esensi pasal itu adalah pemerasan dengan menggunakan jabatan atau kewenangan. Ancaman pidananya minimum 4 tahun penjara dan maksimum 20 tahun penjara.Pungutan yang dilakukan DKP pada dinas-dinas dan pejabat-pejabat eselon I di lingkungan DKP di masa Rokhmin menjabat menteri mencapai Rp 11,5 miliar. Praktek ini diduga terus berlanjut ketika menteri dijabat Freddy Numberi.
(aba/asy)