Ia juga menekankan bahwa sistem sanitary landfill yang pernah diterapkan di TPA ini dulu masih memungkinkan pengelolaan limbah secara lebih terkendali. Namun dengan semakin menumpuknya sampah, metode tersebut tidak lagi efektif.
"Dulu masih ada sumur pantau dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), tetapi sekarang semuanya tertutup oleh timbunan sampah yang semakin tinggi," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun DLHK Depok telah menyusun berbagai strategi, Abdul Rahman mengakui bahwa revitalisasi pengelolaan sampah membutuhkan anggaran yang besar. Dia berharap ada dukungan dari pemerintah pusat, swasta, serta partisipasi masyarakat untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik.
"Surat dari Menteri LHK ini menjadi peringatan bagi kita semua. Namun, kami tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar kita bisa mengatasi masalah sampah dengan lebih efektif," katanya.
Wakil Wali Kota (Wawalkot) Depok, Chandra Rahmansyah, juga menyoroti longsoran sampah TPA Cipayung yang mencemari Kali Pesanggrahan.
"Selain pencemaran air lindi yang mencemari sungai, kita juga menghadapi permasalahan gas metana yang dihasilkan dari timbunan sampah. Ini harus segera ditangani demi keberlanjutan lingkungan," jelas Chandra.
Dia mengatakan Pemkot Depok akan menjalankan arahan Kementerian LH yang telah mengeluarkan Surat Edaran yang mengatur bahwa sampah tidak boleh lagi dibuang ke TPA, melainkan harus diolah terlebih dahulu.
"Sesuai edaran dari KLHK, ke depan kita tidak boleh lagi membuang sampah langsung ke TPA. Pada tahun 2030, semua TPA akan digantikan dengan Lahan Uruk Residu (LUR), di mana hanya residu hasil pengolahan sampah yang boleh dibuang," ucap Chandra.
Simak juga Video: Melihat Kali Pesanggrahan Depok, Sempat Penuh Sampah Longsor TPA Cipayung
(jbr/mei)