Jakarta - Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura akan diteken Jumat 27 April. Ekspektasi masyarakat diminta tidak terlalu tinggi. Karena bisa jadi saat ini koruptor asal Indonesia yang bermukim di Singapura sedang berancang-ancang meninggalkan Negeri Singa itu.Sebab meski diteken pada 27 April, perjanjian itu tidak serta merta berlaku efektif saat itu juga. "Perjanjian baru efektif jika sudah diratifikasi. Dan ratifikasi ini tergantung parlemen masing-masing. Jadi masalahnya jangan-jangan mereka sekarang sudah melarikan diri dari Singapura," tegas guru besar Hukum Internasional UI Prof DR Hikmahanto Juwana kepada
detikcom, Rabu (25/4/2007).Dan karena isi perjanjian belum efektif, dikhawatirkan pemerintah Singapura tidak bisa mencegah kepergian para penjahat kerah putih itu ke tempat persembunyiannya yang lain, plus aset-asetnya."Jadi sekali lagi harus disikapi hati-hati, karena perjanjian ini kan untuk mengcover tindak pidana, katakan 10 tahun yang lalu. Dengan adanya perjanjian diharapkan orang-orang yang bersembunyi di Singapura bisa diserahkan," beber Hikmahanto.Mengenai kemungkinan adanya agenda tersembunyi dari negeri jiran itu, Hikmahanto menegaskan, pada prinsipnya masing-masing negara, baik Singapura maupun Indonesia, memiliki agenda tertentu dengan disepakatinya penandatanganan perjanjian ekstradisi itu.Bagi Indonesia, imbuh Hikmahanto, agendanya sudah jelas, berharap Singapura tidak lagi menjadi surga para koruptor dan pelaku pencucian uang. Namun bagi Singapura, tidak begitu berarti karena tidak banyak penjahat asal negeri itu yang lari ke Indonesia. "Paling-paling teroris, itu pun juga asal Indonesia," cetus dia.
(umi/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini