Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memerintahkan jaksa untuk mengembalikan aset Helena Lim karena tidak terkait korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mengkaji alasan hakim itu.
"Nah, Helena Lim itu kan baru diputus kemarin. Kita masih punya waktu tujuh hari menurut KUHAP, menurut hukum acara. Nah, jadi jangan dikira bahwa tujuh hari itu kami tidak mendalami. Itulah fungsinya KUHAP, memberi waktu kepada para pihak untuk pikir-pikir. Sesungguhnya pikir-pikir itu bukan karena kebimbangan, bukan. Tapi kita menganalisa, menganalisis," ujar Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (31/12/2024).
Harli mengatakan jaksa penuntut umum telah memiliki catatan persidangan. Menurut dia, jaksa akan menganalisis pertimbangan hakim sebelum menentukan sikap banding atau tidak atas putusan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya kita tuntut 8 tahun, putus 5 tahun. Kemudian ada pengembalian aset yang sudah disita pada tempat yang bersangkutan. Nah, jaksa itu akan melakukan penelitian, pengecekan lebih awal. Kita punya dokumen terkait itu, maka disita," terang Harli.
"Lalu kenapa pengadilan harus mengembalikan ke yang bersangkutan? Apa pertimbangannya? Dalam waktu 7 hari inilah, jaksa itu berpikir-pikir menggunakan hal itu. Tetapi juga kita sekaligus menganalisis. Nanti bagaimana sikap lanjutannya, kita lihat. Itu yang sedang dikaji oleh penuntut," imbuhnya.
Sebelumnya, hakim memerintahkan agar aset pengusaha money changer, Helena Lim, yang disita dalam kasus korupsi timah, dikembalikan ke Helena. Ada rumah hingga jam mewah yang diperintahkan hakim untuk dikembalikan.
Hal itu disampaikan hakim saat membacakan amar putusan terhadap Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/12). Hakim awalnya menyatakan Helena Lim bersalah membantu tindak pidana korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
"Menyatakan Terdakwa Helena tersebut di atas telah terbukti secara sah menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana membantu melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan kedua primer penuntut umum. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 5 tahun," kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh.
Helena juga dihukum dengan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara. Dia juga dihukum membayar uang pengganti Rp 900 juta.
Setelah itu, hakim memerintahkan agar sejumlah aset yang disita dikembalikan ke Helena. Hakim hanya menyebutkan jenis aset yang diperintahkan untuk dikembalikan, tanpa menguraikan detail jumlah, luas, serta merek.
Barang bukti yang dikembalikan itu berupa tanah, bangunan, mobil, berbagai tas mewah, jam tangan mewah, emas, hingga uang yang disita. Adapun barang bukti yang disita jaksa dari Helena Lim saat proses penyidikan itu terdiri atas enam bidang tanah di Jakarta dan Kabupaten Tangerang hingga duit Rp 10 M. Berikut ini daftarnya:
6 bidang tanah dan bangunan dengan rincian:
- Sejumlah 4 bidang di Jakarta Utara
- Sejumlah 2 bidang di Kabupaten Tangerang
3 unit kendaraan dengan rincian:
- Sejumlah 1 unit Innova
- Sejumlah 1 unit Lexus
- Sejumlah 1 unit Alphard
Simak Video 'Kata Kejagung soal Prabowo Ingin Koruptor Ratusan Triliun Divonis 50 Tahun':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
37 item tas branded
45 buah perhiasan
Mata uang asing berupa dolar Singapura (SGD) sejumlah 2.000.000 dalam pecahan SGD 1.000
Uang tunai Rp 10.000.000.000
Uang tunai Rp 1.485.000.000
2 unit jam tangan merek Richard Mille.
Kata Kejagung soal Vonis Koruptor Lebih Ringan dari Tuntutan
Harli juga mengakui banyak hukuman terhadap koruptor lebih ringan dari tuntutan jaksa. Kejagung menilai hal ini berkaitan dengan perbedaan pandangan dalam proses peradilan.
"Pertanyaan kita sama nih, kita sebaris soal itu (hukuman koruptor cenderung ringan dari tuntutan). Jadi saya sampaikan bahwa dalam sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia, ada yang namanya integrated criminal justice system. Jadi ada kompartementasi di situ, ada kamar-kamar, jadi kamar penyidikan, kamar penuntut umum, kamar pengadilan, kemudian ada kamar pemasyarakatan. Bahwa ada perbedaan pandangan, perbedaan pendapat, ya itulah hukum," jelas Harli.
Harli berharap Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dapat menghadirkan kolaborasi penegak hukum. Dia menyebut sinergi antarpenegak hukum dapat meningkatkan komitmen pemberantasan korupsi.
"Nah tentu ke depan, sesuai dengan Asta Cita pemerintahan yang ada, kita harus berkolaborasi sesungguhnya dalam rangka komitmen untuk pemberantasan tidak pidana korupsi, baik dari sisi pencegahan maupun penindakannya," kata Harli.
Dia mengatakan sinergi dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Termasuk, menurutnya, mencegah vonis jauh lebih ringan dari tuntutan.
"Jadi saya kira pertanyaan-pertanyaan ini juga harus disampaikan kepada kompartemen yang lain. Supaya, walaupun kita berada dalam kamar-kamar, tapi kalau kamar-kamar ini berkolaborasi dan bersinergi, saya kira sampai menjadi komitmen bersama bisa tercapai," ujarnya.
Simak Video 'Kata Kejagung soal Prabowo Ingin Koruptor Ratusan Triliun Divonis 50 Tahun':