Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib mempertanyakan menurunnya penjualan atau market share semen di Semen Indonesia Group (SIG) dalam 5 tahun terakhir dan malah kalah saing dengan kompetitornya, Indocement (PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk), yang justru market share-nya terus bertumbuh.
"Dari data dan laporan industri semen nasional kita, saya agak prihatin karena SIG ini sebenarnya memiliki kapasitas terpasang terbesar di Indonesia, namun market share SIG justru mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir, yaitu 56,2 persen di tahun 2019 menjadi 49,5 persen di September 2024. Sedangkan kompetitor kita Indocement mampu bertahan, bahkan naik tumbuh dari 29 persen di 2019 menjadi 29,7 persen di September 2024," sebut Labib dalam rapat dengar pendapat dengan manajemen Semen Indonesia Group (SIG), Rabu (4/12/2024).
Termasuk, kata Labib, penurunan juga terjadi pada kemampuan perusahaan mendapatkan laba atau return on asset (ROA) dibandingkan dengan kompetitor yang malah mengalami kenaikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu pula dengan ROA yang standar industri itu harusnya 5 persen, ROA SIG yang memang sudah rendah yaitu 3 persen di 2019 justru semakin terpuruk sekarang menjadi 2,65 persen di 2023. Hal berbeda dengan Indocement, ROA-nya malah naik dari 6,6 persen di 2019 menjadi 7 persen di 2023. Jadi apa ini yang salah dengan pengelolaan SIG, sehingga BoD tidak mampu memanfaatkan kapasitas produksi mayoritas dan infrastruktur yang menyebar hampir di seluruh Indonesia untuk menguasai market share semen di Indonesia. Apa ini karena ada strategi yang tidak tepat, atau karena ada kelemahan di internal BoD memanfaatkan aset dan mensinergikan operating company-nya," tanya Labib.
Labib juga mempertanyakan soal pengadaan batu bara yang dilakukan SIG. Dari informasi yang didapat, diduga ada perlakukan istimewa yang diberikan SIG kepada salah satu vendor di saat banyak vendor kesulitan karena tidak dibayar oleh SIG.
"Ada salah satu vendor yang diberi DP sebesar Rp 230 miliar untuk jumlah pasok 1,2 juta ton untuk waktu 2 tahun. Padahal, di saat yang sama, banyak vendor yang megap-megap karena kehabisan napas tidak dibayar oleh SIG. Bahkan sampai saat ini vendor istimewa tersebut baru mau masuk 30 persen. Kemudian, melakukan pengembalian DP senilai Rp 60 miliar sehingga masih tersisa DP Rp 170 miliar, sedangkan kontraknya mau berakhir di April 2025," ujarnya.
Dengan adanya perlakukan istimewa ini, Labib menilai SIG tidak lagi menjunjung tinggi SOP pengadaan barang di BUMN dan meminta SIG menjelaskan hal ini.
"Ini jelas-jelas melanggar prinsip transparan, akuntabel, responsibel, independen, dan fairness yang menjadi SOP pengadaan barang di BUMN. Mohon betul penjelasan ini, tolong sebutkan siapa vendor itu. Apa keistimewaannya, apa pertimbangannya kebijakan ini diambil. Karena ini penting, kemudian dasarnya apa, bagaimana ini nanti jadi tanggung jawab direksi jika terjadi kerugian akibat kebijakan seperti ini," tutup Labib.
Dirut SIG Donny Arsal menyatakan soal pengadaan batubara yang diberikan DP sudah berjalan sesuai prosedur, bahkan pembayaran DP itu sudah dijamin bank garansi.
Lihat juga video: VI DPR RI Raih Penghargaan sebagai Pendukung UMKM dan Mitra BUMN