Wamenkum Bicara Revisi UU Narkotika untuk Kurangi Over Kapasitas Lapas

Wamenkum Bicara Revisi UU Narkotika untuk Kurangi Over Kapasitas Lapas

Taufiq Syarifudin - detikNews
Rabu, 04 Des 2024 16:58 WIB
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sjarif Hiariej atau Eddy Hiariej
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sjarif Hiariej atau Eddy Hiariej (Taufiq/detikcom)
Jakarta -

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sjarif Hiariej atau Eddy Hiariej berbicara tentang revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menurut Eddy, revisi UU tersebut untuk mengatasi masalah over kapasitas lapas.

Awalnya, Eddy ingin agar UU Narkotika digabung dengan UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Menurutnya, dua UU tersebut sejalan dengan RUU Hukum Pidana.

"Jadi memang in line dengan apa yang ada dalam RUU HP, bagaimana mengurangi overcrowding di dalam (lembaga) pemasyarakatan," ujar Eddy Hiariej dalam media gathering di selasar Ditjen AHU, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eddy menjelaskan, alasan perancangan undang-undang itu merujuk ke berbagai konvensi internasional terkait narkoba. Misalnya di konvensi PBB 2024, yang membahas cara memperhatikan aspek kesehatan pengguna narkoba.


"Jadi dia lebih pada bagaimana mengobati orang yang kecanduan narkotika itu daripada menghukum atau memenjarakan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Eddy menuturkan, saat ini penghuni lapas sebagian besar adalah orang dengan kejahatan narkoba. Dalam hal ini kebanyakannya merupakan pengguna.

"Kita tahu persis, 52 persen penghuni lapas itu adalah kejahatan narkotika. Dan yang cukup menyedihkan, itu 80 persen pengguna. Yang lebih menyedihkan, sebagian besar pengguna itu BB, tahu BB? Barang bukti, itu di bawah 1 gram. Tetapi, karena undang-undang, yang mereka kan harus mendekam di penjara minimal 4 tahun kan, padahal barang bukti mereka itu di bawah 1 gram," kata dia.

Eddy memberikan contoh, misalnya seorang pengguna narkotika dihukum 2 tahun penjara dengan rehabilitasi 12 bulan. Maka orang itu hanya mendekam dalam penjara selama 1 tahun atau 12 bulan.


Dalam kata lain, jika putusan pengadilan 2 tahun penjara, rehabilitasinya 1 tahun, penjaranya 1 tahun.

"Lalu yang 1 tahun, dia mendekam dalam penjara itu, cuma 1 tahun. Ini yang kemudian berdasarkan TAT ini akan melihat, kalau orang yang baru coba-coba melakukan, menggunakan narkotika, ini tidak bisa disamakan dengan mereka yang memang sudah berulang kali," jelas dia.

"Dan ada syarat-syarat, apakah ini misalnya dia akan berlaku untuk seorang residivis atau tidak, ini kan masih menjadi suatu pertimbangan," sambungnya.

Berangkat dari hal itu, Eddy menginginkan hal itu diubah dalam Revisi UU Narkotika. Sehingga nantinya akan ada ancaman hukuman minimum dan maksimum bagi pengguna narkoba.

Eddy menambahkan, UU Narkotika yang akan diubah itu adalah Undang-Undang No 35 Tahun 2009. Sebab, selama ini, dalam UU tersebut, golongan 1 dan golongan 2 diambil dari UU Psikotropika.

"Praktis, Undang-Undang psikotropika itu hanya tinggal pada golongan 3 dan golongan 4, yang itu sering digunakan untuk kepentingan kesehatan. Nah, oleh karena itu, supaya dia efektif dan efisien sebagai satu kesatuan, Undang-Undang Psikotropika itu ditarik masuk ke dalam," tegasnya.

Lihat juga video: Yasonna Sebut Lapas Penuh Gegara Pecandu Narkoba 'Dibandarkan'

[Gambas:Video 20detik]



(aik/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads