Eks Plt Karutan KPK Merasa 'Dikolongin' Pungli, MAKI: Sungguh Memalukan

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Sabtu, 16 Nov 2024 08:08 WIB
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta -

Terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK, Eks Plt Karutan Deden Rochendi, mengaku menerima jatah Rp 10 juta/bulan dan merasa 'dikolongin' usai tahu total setoran bulanan yang dibayar para tahanan Rp 60-70 juta. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengatakan bahwa pernyataan itu sangat memalukan.

"Rp 10 juta sebulan itu udah banyak lho, kok malah merasa ngerti yang lain banyak dan merasa dikolongi ini kan sungguh memalukan. Jangankan Rp 10 juta, Rp 1 juta aja nggak boleh," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (15/11/2024).

Boyamin menilai rutan di KPK harusnya lebih bersih dibanding rutan lainnya dan bahkan dijadikan percontohan. Dia mengaku kehabisan akal atas pernyataan tersebut.

"Jadi ini sangat memprihatikan terus terang saja keluar pernyataan seperti itu, itu kan tulus dari hatinya, spontanitas. Jadi sudah level memprihatinkan semua, harusnya KPK itu bersih termasuk rutannya, sejak dulu diproyeksikan rutan KPK itu percontohan, tidak ada pungli," katanya.

"Dan itu di awal-awal nggak ada, nah belakangan malah ada cerita begini sungguh memprihatinkan, mereka bertugas di KPK itu kan honornya lebih tinggi dari rutan biasa, karena ada penugasan ada tunjangan itu lebih tinggi gaji rutan daripada rutan biasa, kok malah merasa kurang. Sudah nggak jabat pun masih nerima, alasannya dia kan gitu karena katanya untuk tutup mata tutup telinga, itu lebih menurut saya lebih kurang ajar, sejak awal saja kurang ajar, nggak mungkin nggak dari pungli," tambahnya.

Pukat UGM: Tak Ada Rasa Bersalah

Sementara, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mengaku heran orang seperti itu bis menjadi bagian dari KPK. Dia menilai hal itu dikarenakan SDM di KPK tak sepenuhnya independen.

"Pertama ini sangat memalukan ya, seperti tidak ada sedikitpun perasaan bersalah. Kedua, saya justru jadi bertanya-tanya orang seperti ini kok bisa menjadi bagian dari KPK," kata Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman.

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman. Foto: Jauh Hari Wawan/detikJogja

"Saya melihat memang problem itu berawal dari para pegawai negeri yang diperbantukan atau PNYD dari kementerian lain atau lembaga lain misalnya dari Kumham, artinya ini bukan rekrutan organik oleh KPK, karena mereka adalah ASN, mereka bekerja dari kementerian lain," tambahnya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..




(azh/eva)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork