Bandung - Jenazah Diaz Barlean yang hanya terdiri dari rangka dan tulang dibawa keluarganya dari Medan menuju Jakarta dengan sebuah pesawat komersil. Jenazah korban jatuhnya heli Bolcow TNI AD itu dimasukkan ke dalam travel bag. Lucunya, jenazah itu harus disimpan di kabin pesawat. "Jenazah tidak boleh dibawa lewat kargo. Jadi, jenazah di dalam tas itu ya dimasukkan ke dalam kabin. Tidak ada orang yang mengira bahwa di dalam tas itu adalah jenazah kakak saya," kata Daniel Chandra Mahendra, adik kandung Diaz, kepada wartawan di rumah orangtua Diaz di Jl. Salendro Timur VII, Bandung, Kamis (22/3/2007).Penyimpanan jenazah di dalam kabin ini sesuai dengan permintaan TNI AD saat itu. "Jadi, perintahnya saat itu tidak ada kargo. Keluarga kami juga diminta untuk tidak mempublikasikan ke media dan tidak ada upacara perayaan," ujar Daniel. Dari Bandara Soekarno-Hatta, jenazah Diaz dibawa ke Bandung dengan ambulans. Menurut Daniel, saat pengambilan jenazah Diaz pada April 1996 di Medan itu, sebenarnya memang ada masalah. Saat itu, TNI AD memang tidak mengakui bahwa helinya yang hilang itu ditumpangi warga sipil untuk keperluan syuting. Saat itu, TNI AD hanya membenarkan bahwa ada pesawat heli yang hilang. Meski begitu, pihak keluarga para penumpang heli, yaitu keluarga Diaz, Burhan Pilliang, dan Temi Setiawan, tetap bersikeras bahwa anggota keluarga mereka menjadi penumpang heli itu. Karena itu, setelah diberitahu oleh Tim SAR Medan bahwa ada heli yang ditumpangi Diaz dan kawan-kawan hilang, perwakilan keluarga Diaz langsung terbang ke Medan. "Jadi, pihak keluarga sempat ikut mencari heli selama 1 bulan. Sedangkan TNI AD hanya melakukan pencarian selama 1 minggu. Setelah satu bulan tidak ketemu, maka kami pasrah," kata Daniel yang saat ini berusia 32 tahun itu. Pencarian heli dan korban pun dihentikan. Namun, pada April 1996, Tim SAR yang dulu membantu pencarian heli di Medan tiba-tiba menelepon kembali ke keluarga Diaz. Mereka mengaku heli dan korban telah ditemukan. "Keluarga kami kemudian datang lagi ke Medan. Namun, keluarga kami tidak diberitahu jenazah ada di mana, karena disembunyikan TNI AD. Saat itu, TNI AD memang mengakui tidak ada kru film dalam heli itu. TNI AD hanya mengatakan korban di heli hanya pilot dan copilot," ujar Daniel. Tapi, karena saat itu, sejumlah media massa di Medan memberitakan bahwa ada korban sipil yang ditemukan di reruntuhan heli, maka lewat negosiasi yang alot, akhirnya TNI AD membenarkan informasi itu. Apalagi, bukti ada korban sipil di reruntuhan heli itu diperkuat dengan sejumlah kartu identitas yang cukup kuat, seperti kartu tanda mahasiswa, dan lain-lainnya. Saat itulah, kata Daniel, pihak keluarga diberitahu bahwa jenazah sudah ada di RS Gatot Subroto Medan. "Kami diperbolehkan mengambil jenazah dengan memenuhi beberapa syarat tadi," ujar Daniel. Jenazah Diaz sudah dipak ke dalam travel bag, setelah dilakukan otopsi. Di dalam tas itu juga terdapat sejumlah kartu identitas Diaz, seperti SIM A, SIM C, dan kartu tanda mahasiswa (KTM). Juga ada plat besi yang bertuliskan 'IKJ, Diaz Barlean, Sinematografi, 1992, film, 3045 IKJ, LPKJ, Jakarta. "Dengan identitas-identitas seperti itu, kami yakin sekali bahwa jenazah telah ditemukan. Kami lebih meyakini penemuan jenazah tahun 1996 lalu dibanding sekarang, meski saya bingung kenapa bangkai heli itu ditemukan lagi," ujar dia. Saat ditanya, apakah pihak keluarga melihat puing pesawat heli yang jatuh, menurut Daniel, tidak pernah. "Kami tidak ke lokasi. Kami hanya menunggu proses evakuasi, tahu-tahu pokoknya jenazah sudah ada di RS," terang dia. Dan saat itu, sejumlah media massa yang memuat tentang penemuan korban heli, tidak satu pun yang memuat foto puing-puing heli. Daniel juga menceritakan kakaknya ikut heli tersebut dalam rangka membuat film dokumenter proyek PLN. Saat itu, ada syuting di dekat Gunung Sibayak. Selain kuliah di IKJ, Diaz bekerja juga di sebuah production house (PH) bernama Zenit Khatulistiwa.
(asy/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini