Waka MPR Ingatkan Kewaspadaan RI di Tengah Konflik China-Taiwan

Waka MPR Ingatkan Kewaspadaan RI di Tengah Konflik China-Taiwan

Ayu Dahlia - detikNews
Rabu, 02 Okt 2024 20:35 WIB
Lestari Moerdijat
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyebut Indonesia harus mewaspadai eskalasi konflik yang berdampak pada kerja sama ekonomi dengan China dan Taiwan. Kewaspadaan ini merupakan bagian dari pelaksanaan amanah konstitusi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Hal ini disampaikan dalam sambutanya di diskusi daring yang mengusung tema "Pengaruh Hubungan China dan Taiwan Bagi Indonesia" yang digelar Rabu, (2/10/2024).

"Kita harus ikut mencari jalan agar tidak terjadi konflik antara Tiongkok dan Taiwan, sebagai bagian langkah menjalankan amanah konstitusi kita untuk ikut menciptakan perdamaian dunia," ujar Lestari dalam keterangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rerie, panggilan akrab Lestari, menjelaskan bahwa konflik antara China dan Taiwan sejatinya memberi dampak signifikan pada perdagangan bilateral, baik Indonesia-China maupun Indonesia-Taiwan. Ia juga berpendapat bahwa Indonesia harus mewaspadai sejumlah dampak turunan yang akan ditimbulkan dari konflik antara China-Taiwan.

Ditambah lagi saat ini ketegangan antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina masih terjadi dan mempengaruhi berbagai sektor di tingkat global. Rerie menegaskan kalau Indonesia harus ditempatkan pada konstelasi kedua negara tersebut dalam konteks hubungan bilateral dan diplomasi untuk kepentingan dalam negeri.

ADVERTISEMENT

Direktur Asia Timur, Kementerian Luar Negeri RI, Arifianto Sofiyanto mengungkapkan pengelolaan hubungan Indonesia dengan China dan Taiwan selama ini bersandar pada kesepakatan kebijakan satu China. Hubungan Indonesia dengan Taiwan dilakukan melalui satu kantor dagang.

Perwakilan Indonesia di Taiwan adalah kantor dagang. Demikian juga kantor perwakilan Taiwan di Indonesia dinamakan Taiwan Economic and Trade Office (TETO), lembaga yang mengurusi perdagangan. Secara resmi, Indonesia tidak menjalin hubungan politik dengan Taiwan sebagai negara, melainkan sebagai entitas ekonomi.

Arifianto juga menuturkan bahwa Indonesia memiliki sejumlah kepentingan di Taiwan, seperti perlindungan WNI yang bekerja di Taiwan, kerja sama ekonomi, dan capacity building dalam bentuk pendidikan dan kebudayaan. Ia menyebut bahwa saat ini di Taiwan ada 355 ribu WNI, yang didominasi para pekerja migran Indonesia.

Menurut Arifianto, dinamika konflik Selat Taiwan saat ini membutuhkan kepekaan atau sensitivitas Indonesia dan lembaga negara dalam bersikap untuk ditingkatkan.

Pengamat Militer, Connie Rahakundini Bakrie berpendapat akan ada kerugian bila kita tidak bisa menjalin hubungan langsung dengan suatu negara. Menurutnya, berbagai macam kejadian luar biasa akan terjadi pada konflik kawasan Laut China Selatan.

Menurutnya, salah satu upaya untuk mengatasi kondisi seperti ini adalah dengan kombinasi antara upaya diplomatik dan kesiapan menghadapi perang.

"Upaya untuk mengantisipasi kondisi tersebut memerlukan kombinasi antara upaya diplomatik dan kesiapan untuk menghadapi perang terkait ketersediaan alat perang dan teknologi. Kesalahan perhitungan dalam membaca arah konflik yang akan terjadi di kawasan akan berdampak pada kondisi di dalam negeri," ujar Connie

Menurut Connie, peran Indonesia di ASEAN sangat penting untuk menekan potensi konflik di kawasan Laut China Selatan.

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Broto Wardoyo berpendapat jalinan kerja sama Indonesia dan Taiwan dipicu problem mendasar terkait upaya untuk melindungi bangsa. Apalagi jumlah pekerja WNI di Taiwan jauh lebih besar dari jumlah yang tercatat secara resmi.

"Jika melihat jumlah pelanggaran wilayah udara Taiwan yang dilakukan Tiongkok tercatat 20-30 kali per hari, ketegangan di kawasan tersebut diperkirakan akan meningkat. Di sisi Taiwan hal ini diperkirakan tidak akan memicu konflik terbuka, karena Taiwan lebih cenderung untuk mempertahankan status quo," ujarnya.

Mengingat ada kepentingan Indonesia yang cukup besar di Taiwan, Broto berharap ada fleksibilitas dalam pelaksanaan kebijakan satu China yang telah disepakati.

Anggota Komisi I DPR RI Periode 2019-2024, Muhammad Farhan menuturkan bahwa kebijakan satu China memiliki konsekuensi kita harus mampu memaknai hubungan dengan Taiwan dengan langkah yang tepat.

"Indonesia dapat berperan aktif dalam menjaga stabilitas di perairan Natuna Utara dengan membangun kerja sama antar negara-negara di kawasan tersebut, dan melibatkan Tiongkok dan Taiwan. Dalam kerja sama ini tentu kita harus selalu berpihak pada kepentingan Indonesia," pungkasnya.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat perang Rusia-Ukraina tidak mampu menginspirasi pecahnya perang Tiongkok-Taiwan. Karena secara energi dan kecukupan pangan, Tiongkok belum memadai untuk berperang.

"Kecukupan pangan Tiongkok saat ini sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan pangan miliaran penduduknya bila perang terjadi. Sehingga bagi Indonesia, langkah menyegerakan pembangunan angkatan perang yang tangguh bisa ditunda untuk mengedepankan upaya mengatasi pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia," ujar Saur.

Lihat juga Video 'Ide Kontroversial Elon Musk untuk Akhiri Konflik China-Taiwan':

[Gambas:Video 20detik]



(ncm/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads