Polisi masih menyelidiki kasus pembubaran paksa diskusi yang dihadiri oleh sejumlah tokoh yang digelar di hotel Kemang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Polisi turut mencari tahu pihak yang menggerakkan kelompok tersebut.
"Polda Metro Jaya akan mendalami motif dan para penggerak kelompok massa ini. Kita akan lakukan screening, kita akan lakukan profiling pendalaman terhadap para pelaku yang sudah kita amankan. Siapa yang menggerakkan mereka? Apa motifnya, apa tujuannya?" kata Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy kepada wartawan, Minggu (29/9/2024).
Djati menyebutkan pihaknya akan mencari tahu motif pasti di balik pembubaran diskusi. Dia menegaskan kepolisian akan menindaklanjuti semua pihak terlibat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi tadi sudah saya sampaikan bahwa sampai saat ini kita terus akan lakukan investigasi penyelidik motif latar belakang kenapa kok di kelompok ini datang ke sana. Kenapa kok ini dibubarkan siapa penggeraknya, dan tentu akan kita mintai pertanggungjawaban atas pelanggaran yang tentu mereka bisa terlibat dalam aksi yang terjadi," jelasnya.
Sebagai informasi, pembubaran dan perusakan acara diskusi itu terjadi di sebuah hotel di Kemang pada Sabtu (28/9), sekitar pukul 09.00 WIB. Acara diskusi tersebut diketahui dihadiri sejumlah tokoh, seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan pakar hukum tata negara Refly Harun.
Lima orang pelaku pembubaran paksa diskusi diamankan, dan dua di antaranya FEK dan GW sudah ditetapkan jadi tersangka dan ditahan. Tersangka perusakan dijerat Pasal 170 KUHP juncto Pasal 406 KUHP. Sementara tersangka penganiayaan dijerat dengan Pasal 170 KUHP juncto Pasal 351 KUHP. Atas kasus tersebut, tersangka terancam hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Pelaku Ngaku Menyesal
Lima orang terkait pembubaran diskusi di Kemang, Jakarta Selatan, dan dua di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Pengacara kelima orang tersebut memastikan kliennya menyesal atas perbuatan tersebut.
"Klien kami menyadari bahwa tindakan mereka dalam membubarkan diskusi tersebut tidak dibenarkan dan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi berbagai pihak. Mereka menyesali tindakan mereka yang telah membuat kegaduhan dan siap untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka sesuai dengan proses hukum yang berlaku," ujar pengacara pelaku pembubaran, Gregorius Upi, dalam keterangan tertulis, Minggu (29/9).
Dia juga mengklarifikasi soal interaksi antara kliennya dan polisi. Gestur mencium tangan dan bersalaman yang tampak dalam video beredar merupakan bentuk kesopanan.
"Interaksi yang terjadi antara klien kami dengan aparat kepolisian setelah insiden, seperti bersalaman dan mencium tangan, merupakan bentuk kesopanan dan penghormatan yang umum dalam budaya Indonesia. Gestur-gestur tersebut sama sekali tidak mengindikasikan adanya kolusi, kerja sama, atau dukungan dari aparat kepolisian terhadap aksi pembubaran diskusi," tuturnya.
Greg juga menegaskan tidak ada keterlibatan polisi atas pembubaran ini. Kliennya tidak menjalin kerja sama atau koordinasi dengan polisi.
"Tidak ada keterlibatan atau koordinasi dengan aparat kepolisian. Kami dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada kerja sama atau koordinasi apapun antara klien kami dengan aparat kepolisian dalam aksi pembubaran diskusi tersebut," ungkapnya.
(rdp/rdp)