"Penggunaan mata uang kripto sebagai alat kejahatan lekat dengan modus pencucian uang dan tindak pidana ekonomi lainnya," kata Feri dalam keterangan tertulis Rabu (25/9/2024).
Feri menyebut aset kripto kerap dimanfaatkan untuk menyamarkan harta hasil kejahatan. Sebab, kata dia, enkripsi sistem blockchain pada kripto sulit diakses pihak luar.
"Meskipun sering disebut sebagai mata uang kripto atau cryptocurrency, Indonesia hingga saat ini tidak mengakui kripto apa pun sebagai mata uang yang dapat dipergunakan sebagai alat tukar," ucapnya.
Mengkonversi rupiah menjadi aset kripto, lanjut Feri, membuat penggunaannya dalam kejahatan seperti pencucian uang semakin sulit dilacak. Selain itu, tantangan lain dalam penanganan nilai aset kripto yang begitu fluktuatif.
"Nilai aset kripto yang begitu fluktuatif menimbulkan permasalahan tersendiri, contohnya ketika dilakukan penyitaan terhadap aset kripto pada saat ini, tentu nilai pada saat penyitaan akan berbeda dari waktu ke waktu," jelas Feri.
"Aset kripto dapat mengalami peningkatan atau penyusutan nilai yang signifikan akibat harga pasar yang tidak dapat dikontrol," tambah dia.
Dia menyebut, berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), pada 2024, industri kripto di Indonesia tumbuh pesat dengan nilai transaksi mencapai Rp211 triliun. Namun, menurutnya, hal itu juga meningkatkan risiko kejahatan menggunakan kripto.
Karena itu, Feri mengatakan Kejaksaan menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023 untuk penanganan aset kripto sebagai barang bukti dalam perkara pidana. Dia menekankan tentang pentingnya sinergi dan sinkronisasi regulasi untuk menciptakan visi yang sama dalam menangani perkara terkait barang bukti kripto.
"Perkembangan hukum dan kemajuan teknologi yang begitu dinamis harus disikapi sebagai tantangan dan bukan hambatan yang perlu dicemaskan berlebihan, tetapi perlu disikapi dengan berdamai dan beradaptasi dengan perubahan yang ada," imbuh Feri.
Kejagung Gandeng OJK-BAPPEBTI terkait Tata Kelola Barang Bukti Kripto
Pada kesempatan yang sama, Kejagung menggandeng BAPPEBTI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait tata kelola barang bukti aset kripto pada perkara pidana. Hal itu sebagai komitmen Kejagung untuk membangun standardisasi dalam penanganan perkara, khususnya menjamin kuantintas dan kualitas barang bukti kripto secara transparan dan akuntabel.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep N. Mulyana menuturkan bahwa BAPPEBTI dan OJK akan ikut dalam penyerahan barang bukti kripto yang diserahkan oleh penyidik. Sehingga, kata dia, kuantitas dan kualitas aset kripto dalam perkara pidana dapat dipastikan secara objektif
"Untuk tahap awal, akan dipusatkan terlebih dahulu di Jampidum sekaligus menunggu kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur pendukungnya. Namun untuk berikutnya, akan kita serahkan ke Badan Pemulihan Aset selaku satuan kerja yang salah satu tugas pokoknya mengelola dan memulihkan aset yang berasal dari tindak pidana," ujar Jampidum.
Dia menyebut bahwa maraknya kejahatan siber saat ini, perlu menjadi perhatian dari Jaksa dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahamanya, terutama terhadap penanganan barang bukti aset kripto.
"Penguatan kapasitas pengetahuan dan skill jaksa, menjadi bagian penting dalam rangka penangan perkara secara akuntabel, profesional, dan optimal," pungkas dia.
Simak Video: Kominfo Gaet Bappebti Blokir Transaksi Judi Online Lewat Kripto
(ond/yld)