Kasus Firli hingga Dugaan Korupsi di Lapas dari Kaca Mata Cadewas KPK

Kasus Firli hingga Dugaan Korupsi di Lapas dari Kaca Mata Cadewas KPK

Dwi Andayani - detikNews
Jumat, 20 Sep 2024 21:47 WIB
Calon anggota Dewas KPK, Liberti Sitinjak dicecar anggota pansel (Dwi A/detikcom)
Foto: Calon anggota Dewas KPK, Liberti Sitinjak dicecar anggota pansel (Dwi A/detikcom)
Jakarta -

Beragam pertanyaan diberikan oleh panitia seleksi dalam tes wawancara calon anggota Dewan Pengawas atau Dewas KPK. Pertanyaan yang muncul terkait dugaan korupsi di lapas hingga kasus eks Ketua KPK Firli Baruhi.

Tes wawancara Cadewas KPK dilakukan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024). Ada 11 orang yang menjadi panelis, 2 orang di antaranya adalah panelis eksternal. Pansel KPK melakukan tes selama 30 menit untuk tiap peserta.

Cadewas Iskandar Mz mendapat giliran pertama mengikuti tes. Iskandar diketahui merupakan mantan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Markas Besar Polri. Iskandar awalnya ditanya terkait alasannya tertarik mendaftar menjadi Dewas KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama tentu background pengalaman kami dari bidang aparat hukum kami juga banyak berkecimpung di reserse pendidikan, karena background lebih banyak ke fungsi pengawasan maka kami tertarik dengan Dewas. Saya pernah menjabat sebagai pengawas penyidik," kata Iskandar.

Anggota pansel Guru Besar FH Universitas Sumatera Utara (USU), Ningrum Natasya Sirait, lantas menyinggung kasus eks Ketua KPK Firli Bahuri. Ningrum mempertanyakan bagaimana nantinya jika Ismail bersinggungan dengan kasus yang pelakunya berasal dari korps yang sama.

ADVERTISEMENT

"Bapak tau dong pimpinan KPK yang sekarang perkaranya masih pending, itu beliau Korps Bhayangkara juga. Andai kata Bapak terpilih bagaimana Bapak menyikapi karena polisi misal akan ketemu dengan satu korps juga?" kata Ningrum.

Iskandar mengatakan dirinya berpegang pada integritas dan transparansi. Menurutnya, hal ini dapat menghindarinya dari pihak yang akan mengintervensi.

"Saya kira kita atau Dewas harus memiliki sifat integritas yang kuat, kemudian harus transparansi. Itu bisa menghindari hal-hal yang mengintervensi," kata Iskandar.

Sebagai informasi, Firli Bahru telah diberhentikan sebagai Ketua KPK melalui surat keputusan Presiden Joko Widodo yang ditandatangani 28 Desember dengan nomor Nomor 129/P Tahun 2023 di tengah Firli menyandang tersangka kasus pemerasan terhadap eks Mentan Sayahrul Yasin Limpo. Firli juga merupakan purnawirawan Polri yang memasuki masa pensiun pada 8 November 2021 lalu.

Kembali lagi ke pertanyaan anggota Palsel Ningrum kepada Iskandar. Ningrum bertanya bagaimana cara Iskandar bersikap independen nantinya.

"Bisa aja intervensi ada telepon dari sana, publik tidak akan liat, tapi saya tau itu budaya itu ada, bagaimana meyakinkan bapak-bapak dan ibu-ibu pansel kalau bisa independen?" tanya Ningrum.

"Kita memegang dengan integritas dan independensi yang kuat. Kita komunikasi, dan memegang prinsip integritas, independensi dan transparan ke pada media. Kita menjelaskan supaya media ikut mengerti dan paham pada perkara yang ditangani, jadi media pun ikut paham dan memberitakan," tutur Iskandar.

Simak selengkapnya pada halaman berikut.

Pansel Tanya soal Dugaan Korupsi Lapas

Sementara itu, calon anggota Dewas KPK Liberti Sitinjak dicecar anggota Pansel terkait kasus pungli yang terjadi di Rutan KPK. Liberti diminta menilai seberapa korupsinya lingkungan lapas atau rutan.

Hal ini ditanyakan oleh panelis eksternal sekaligus eks wakil pimpinan KPK, Laode M Syarif. Laode meminta kejujuran Liberti, yang merupakan mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan.

"Saya ingin tes kejujuran dulu. Bapak hampir seluruh kariernya itu bekerja di lapas. Sebenarnya seberapa korupsi lapas itu, Pak?" kata Laode.

Liberti lantas memberikan nilai 6 bagi angka korupsi di lapas. Menurutnya, modus-modus korupsi di lapas terjadi karena adanya kepentingan individu dan perilaku konsumsi yang berlebihan.

"Kalau kita melihat, mencoba memunculkan sebuah angka 1-10, saya pikir koruptifnya itu di angka 6," kata Liberti.

"Biasanya modusnya apa saja itu, Pak?" tanya Laode.

"Modusnya sebenarnya gampang dibaca, Pak. Kepentingan-kepentingan individu yang menurut saya ada sebuah proses yang dijalani dari dulu menurut saya itu sudah ada sifat konsumerisme," ujar Liberti.

Senada dengan Laode, anggota Pansel Ningrum Natasya Sirait menyinggung adanya kasus pungli di Rutan KPK. Liberti mengaku mengikuti kasus tersebut.

"Pengalamannya di lapas ya, Pak. Bapak berarti familiar ya dengan isu-isu yang terjadi di Rutan KPK, mengikuti?" ujar Ningrum.

"Iya, mengikuti," jawab Liberti.

Ningrum lantas menanyakan hal apa yang akan dilakukan Liberti jika menghadapi kasus tersebut. Menjawab hal ini, liberti menilai pimpinan perlu memberikan contoh agar sikap baik ditiru oleh jajaran.

"Gedung Merah Putih yang kalau orang lewat tidak pernah tidak noleh, dan berharap pada orang-orang yang ada di gedung itu. KPK itu garda terdepan yang berkontak dengan tsk, tapi meruntuhkan kepercayaan masyarakat. Bapak update dong dengan apa yang terjadi, antara Dewas dan pimpinan? Bapak ikuti tidak kasusnya?" tanya Ningrum.

"Secara mendalam saya tidak ikuti, tapi secara garis besar saya menganalisis apa yang terjadi. Saya selalu katakan di mana bertugas, ikan busuk tidak dari ekornya. Semua pimpinan harus mencontohkan bagaimana dia melakukan semua tugasnya tanpa hal-hal yang patut kita anggap tidak baik," jawab Liberti.

Ningrum lantas kembali mempertanyakan sikap Liberti terkait sanksi administrasi yang diberikan terkait kasus pungli Rutan KPK.

"Nah, yang saya tunggu respons dari Bapak, dari masyarakat, Pak, saya juga ikut melakukan penelitian, apa-apaan itu sanksi administrasi. Bapak setuju nggak?" kata Ningrum.

Liberti sendiri mengaku tidak mengikuti secara dalam kelanjutan kasus tersebut. Namun ia mengatakan perlu lebih dulu mendalami lebih lanjut.

"Saya tidak dalam konteks setuju atau tidak setuju, karena sebagaimana UU Tipikor bahwa KPK itu bagian dari eksekutif. Bagaimana cara proses pemeriksaan perkara itu, itu menjadi sebuah asbabun nuzul yang keputusan harus diambil. Jadi saya tidak mendalami hasil pemeriksaan. Saya pikir juga terlalu naif sehingga mengatakan setuju atau tidak setuju," ujar Liberti.

"Masyarakat bereaksi pada apa yang terjadi, kasusnya Pak Firli, belum ada lagi komisioner diperiksa, kemudian masuk lagi ke orang yang menjaga rutan. Ada yang dibayar, bagi kami masyarakat yang berharap pada lembaga itu, itu shock setengah mati," tambah Ningrum.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads