Saksi Korupsi Timah Akui CV Salsabila Dibentuk untuk Akomodasi Penambang Ilegal

Saksi Korupsi Timah Akui CV Salsabila Dibentuk untuk Akomodasi Penambang Ilegal

Mulia Budi - detikNews
Rabu, 18 Sep 2024 13:52 WIB
Sidang kasus korupsi pengelolaan timah, Rabu (18/9/2024).
Sidang kasus korupsi pengelolaan timah, Rabu (18/9/2024). (Mulia Budi/detikcom)
Jakarta -

Mantan evaluator Divisi P2P PT Timah Tbk, Apit Rinaldi Susanto, bersaksi di kasus korupsi pengelolaan timah. Apit mengakui CV Salsabila Utama dibuat untuk mengakomodasi penambang ilegal.

Apit Rinaldi, yang dihadirkan jaksa, bersaksi untuk terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/9/2024). Mulanya, jaksa mendalami soal keterkaitan CV Salsabila Utama, CV Sabang Jaya, CV Candra Jaya dan CV Teman Jaya dalam kasus ini.

"Kemudian, tadi saksi menyebutkan Salsabila. Terkait dengan salah satu direksi. Kemudian, ada Sabang Jaya, Candra Jaya, Teman Jaya, itu apa?" tanya jaksa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau Candra Jaya, Teman Jaya, dan Diratama itu kemitraan kita untuk penambangan Pak, IUJP (izin usaha jasa pertambangan)," jawab Apit.

"Apakah sama posisinya dengan Salsabila?" tanya jaksa.

ADVERTISEMENT

"Bukan, beda, Pak," jawab Apit.

"Kalau Sabang Jaya gimana?" tanya jaksa.

"Sabang Jaya itu sama dengan Salsabila untuk SPK (surat perintah kerja) pengangkutan, Pak," jawab Apit.

Jaksa lalu menanyakan apakah CV tersebut didirikan untuk mengakomodasi penambang ilegal, yang kemudian bijih timahnya dibeli oleh PT Timah. Apit membenarkannya.

"Apakah CV, CV tersebut digunakan oleh PT Timah untuk mengakomodir tambang-tambang ilegal dari masyarakat yang menambang di PT Timah menggunakan CV, CV yang saya sebutkan, kemudian dibeli PT Timah?"" tanya jaksa.

"Iya, betul, Pak," jawab Apit.

Jaksa lalu mendalami Apit terkait tujuan pendirian CV Salsabila dan CV lainnya tersebut. Apit mengaku tak tahu detail.

"Apa tujuan dari PT Timah menggunakan Salsabila, Sabang Jaya, Candra Jaya, Teman Jaya, dan lain sebagainya? apa tujuannya?" tanya jaksa.

"Secara detail strategi saya tidak mengetahui, Yang Mulia," jawab Apit.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Jaksa lalu bertanya kepada Apit perihal sosok yang mengetahui detail tujuan pendirian sejumlah CV tersebut. Apit menjawab sosok yang bisa menjawab mungkin selevel kepala unit

"Di level manajemen di atas saya mungkin, Pak, selevel kepala unit," jawab Apit.

Lalu, jaksa juga menanyakan terkait perintah penerbitan surat perintah kerja (SPK) tanpa melakukan studi kelayakan. Apit mengaku pernah mendengarnya namun tak mengetahui detail.

"Saksi tahu tidak, pernah dengar tidak bahwa kepala unit juga ada dalam menerbitkan surat perintah kerja, ditelepon oleh salah satu direksi untuk mengeluarkan SPK tanpa melakukan studi kelayakan?" tanya jaksa.

"Pernah mendengar, Pak, meskipun tidak detail tahu, yang mana ya, Pak," jawab Apit.

"Tahu ya?" tanya jaksa.

"Pernah mendengar," jawab Apit.

Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Mochtar, Emil, dan Tetian Wahyudi disebut mendirikan CV Salsabila Utama untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Hal itu dilakukan lantaran ada pelarangan pembelian bijih timah lewat perseorangan.

Adapun pembelian bijih timah melalui CV Salsabila Utama, PT Timah mengeluarkan uang sebesar Rp 986.799.408.690 (Rp 986,7 juta). Tetian Wahyudi merupakan Direktur CV Salsabila Utama.

Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

"Telah mengakibatkan keuangan keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidaknya sebesar jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (21/8).

Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah yang sebenarnya berasal dari penambang ilegal di wilayah izin usaha PT Timah. Jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.

Halaman 2 dari 2
(mib/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads